Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Empat Hal Jadikan Debat Capres AS 2016 Bersejarah

Rifa Nadia Nurfuadah , Jurnalis-Senin, 26 September 2016 |15:00 WIB
Empat Hal Jadikan Debat Capres AS 2016 Bersejarah
Dua kandidat capres AS pada pemilu 2016, Donald Trump dan Hillary Clinton. (Foto: AP)
A
A
A

BOSTON - Calon presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Hillary Clinton bersiap menghadapi hari besar. Senin 26 September waktu AS, atau Selasa 27 September waktu Indonesia, keduanya akan menghadapi debat kandidat capres AS 2016 putaran pertama di Hoftsra University.

Tak hanya paling ditunggu, debat kandidat capres AS 2016 akan menjadi catatan tersendiri dalam buku sejarah. Setidaknya ada empat hal yang akan menjadi penanda dalam debat capres AS kali ini sepanjang sejarah demokrasi Negeri Paman Sam.

1. Tidak Dapat Diprediksi


Biasanya, capres AS memiliki posisi yang pasti dalam suatu isu; jika satu capres pro, maka capres lainnya akan ada di kubu kontra. Namun, tidak demikian halnya dengan dua kandidat pilpres AS 2016.

"Dari semua debat capres AS sepanjang sejarah, kali ini adalah yang paling sulit diprediksi," ujar Profesor Jurnalistik dari Northeastern University dan penulis "Presidential Debates: Risky Business on the Campaign Trail", Alan Schroeder, seperti dilansir Boston Globe, Senin (26/9/2016).

Topik debat tentu saja sudah disiapkan ke dalam beberapa isu seperti lapangan pekerjaan, terorisme, kebijakan luar negeri, perawatan kesehatan, perdagangan dan rasisme. Namun dinamika kubu pro dan kontra telah berubah.

Suasana debat juga tidak dapat diprediksi mengingat tidak ada kesepakatan bersama tentang siapa kandidat yang menang dan kalah sepanjang musim kampanye.

Pada debat capres AS 2016 putaran pertama, kandidat dari Partai Republik Mitt Romney harus berupaya keras setelah hasil 47 persen dalam polling dukungan memukulnya dengan keras. Debat pertama Romney amat membantunya kembali dalam pertempuran sengit dengan rivalnya, Barack Obama.

Namun, hingga beberapa hari menjelang debat capres AS 2016 putaran pertama, sulit menilai siapakah kandidat yang harus diserang. Trump telah meraih kemenangan di polling nasional dan banyak negara bagian. Di sisi lain, hasil perhitungan Electoral College menunjukkan Hillary yang di atas angin.

Hofstra University mempersiapkan diri menjadi tuan rumah debat pilpres AS 2016. (Foto: Fox News)

2. Donald Trump

Sejak pencalonannya sebagai calon pengganti Obama, Trump tampil sebagai kandidat yang tidak dapat diprediksi. Bahkan, banyak pihak menyebut, Trump menjadi kuda hitam dalam sesi debat pilpres AS 2016. Para analis media pun memberi pengakuan atas keberhasilan Trump mendobrak rating pada saat debat primer Partai Republik.

Sejauh ini, Trump mempersiapkan diri secara serius untuk menghadapi debat capres AS 2016. Namun, saat Hillary mengambil masa jeda kampanye untuk bersiap naik panggung debat, Trump melakukan hal sebaliknya. Ia tetap berkampanye sambil menjalani berbagai rapat persiapan.

"Saya tahu apa yang harus dilakukan Donald Trump saat debat. Tetapi bukan berarti itulah yang harus dilakukannya. Tidak ada yang tahu apa yang menjadi rencananya," ujar ahli strategi kampanye Mitt Romney pada Pilpres AS 2012, Stuart Stevens.

3. Pria versus Wanita

Ketika Hillary menginjakkan kaki di panggung, maka saat itulah ia mencatatkan diri sebagai perempuan pertama yang mengikuti debat capres AS bagi partai besar.

Capres AS dari Partai Demokrat Hillary Clinton dalam sebuah kampanye di New York. (Foto: reuters)

Di debat-debat lainnya, dinamika gender terbukti menjadi masalah tersendiri bagi politisi laki-laki saat tiba saatnya menyerang. Contohnya pada 2000, lawan politik Hillary pada pemilihan anggota Senat, Rick Lazio, menderita kekalahan politik setelah ia dengan agresif mendekati podium Hillary saat debat berlangsung. Kala itu, Lazio meminta Hillary menandatangani kontrak yang melarang penggunaan uang donasi dalam kampanye.

4. Citra Kandidat

Seperti layaknya pemilihan calon pemimpin suatu daerah, selalu ada survei kesukaan masyarakat atas para kandidatnya. Baik Hillary maupun Trump sama-sama meraih kepercayaan dan ketidaksukaan masyarakat.

Menjelang kemunculan Trump dan Hillary dalam satu panggung nasional, maka kedua kandidat capres AS perlu menentukan sikap apakah mereka akan menjadi karakter yang disukai masyarakat atau menjadi pihak yang mengadili lawan politik mereka.

(Rifa Nadia Nurfuadah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement