ISLAMABAD - Kematian Junaid Jamshed, bintang musik rock Pakistan yang berubah menjadi pendakwah, dalam kecelakaan pesawat pada Rabu 7 Desember telah menimbulkan perdebatan menyangkut warisannya, memunculkan pertanyaan yang menyayat hati akan melebarnya perpecahan budaya Pakistan.
Dilansir dari Reuters, Sabtu (10/12/2016) Jamshed (52) merupakan salah satu bintang musik Rock pertama Pakistan sebelum meninggalkan musik untuk mendorong penafsiran pada hukum Islam, yang bisa membatasi kebebasan perempuan.
Sebagian besar reaksi atas kecelakaan penerbangan dari pegunungan utara ke ibu kota Islamabad yang menewaskan 47 orang, terfokus pada kehidupan Jamshed, yang tampaknya memunculkan pembagian serupa pada sebagian besar masyarakat Pakistan yang berjuang untuk merangkul nilai-nilai liberal dan konservatif.
Jamshed mulai terkenal sebagai vokalis Vital Signs, band dengan lagu "Dil Dil Pakistan" pada 1987 yang menjadi populer dan lagu kebangsaan tidak resmi negara Asia Selatan itu.
Vital Signs, yang menggabungkan aliran baru antara rock dan pop, merintis jalan bagi musisi di Pakistan karena muncul saat penguasa militer Zia-ul-Haq berkuasa selama 11 tahun di sana.
Banyak pihak menilai kecenderungan Pakistan mengarah ke konservatisme Islam mulai sejak program "Islamisasi" pemerintahan Zia, yang melarang sebagian besar pertunjukan musik dan mendorong nilai-nilai konservatif yang ketat.
Pada saat itu, lagu-lagu Vital Signs tentang cinta, patah hati dan kekecewaan dianggap sangat subversif. Setelah kematian Zia pada 1988, popularitas kelompok itu meroket.
"Tahun sembilan puluhan adalah masa transisi di Pakistan, dari kediktatoran menuju ke dispensasi demokratis, dan musik Junaid mewakili euforia saat itu," kata seorang kritikus budaya Nadeem F. Paracha.
Pada 2001, Jamshed meninggalkan musik untuk bergabung dengan kelompok Tablighi Jamaat, yang mengirimkan ulama di Pakistan dan dunia untuk mendakwahkan Islam. Dia menumbuhkan jenggot dan menegur pemuda-pemudi yang menyimpang dari Islam, dan bersumpah tidak akan pernah lagi menyanyikan lagu-lagu terkenalnya.
Dalam tampilan barunya itu, Jamshed sering beropini bahwa perempuan seharusnya tidak diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa saudara laki-lakinya.
"Kami tumbuh dengan musikmu dan tua mendengarkan khotbahmu... Engkau akan selalu dikenang," tulis Maiza Hameed, seorang anggota parlemen, dalam akun Twitter-nya.
"Ulama Disko" Banyak yang memilih untuk mengingat Jamshed karena suara dan lagu-lagu perlawanannya yang membentuk identitas budaya suatu generasi.
Mereka mengingat Jamshed sebagai bintang musik rock dan memilih untuk mengabaikan pilihannya untuk menganut konservatisme keagamaan.
"Sekarang, dekade terakhir itu tidak terjadi," kata akademisi Pakistan yang berbasis di London, Umair Javed.
Akan tetapi, seorang kolumnis konservatif Ansar Abbasi, meminta media untuk tidak berfokus pada musik Jamshed.
"Ingat dia sebagai da'i Islam," kata Abbasi dalam akun Twitter-nya.
Kritikus budaya lainnya, Ahmer Naqvi, mengatakan banyak warga Pakistan menggunakan kematian selebritis tersebut sebagai "lensa" untuk kepentingan politik mereka sendiri.
"Ini adalah ikon budaya pop nasional yang sejati, yang melintasi beberapa macam perbedaan," katanya.
Di antara ulama, Jamshed memiliki pengkritik, yang melabeli dia sebagai "ulama disko" dan mengejek kesuksesan merek pakaiannya.
Pada 2014, Jamshed dituduh oleh saingannya telah melakukan penghujatan dengan berkomentar tentang seorang istri Nabi Muhammad. Dia kemudian meminta maaf atas hal tersebut. Yang lainnya hanya memilih untuk berbagi musik, baik lagu terkenal dari Vital Signs juga puisi pujian pada Nabi Muhammad atau na'at.
Bagi banyak orang, Jamshed hanya mencoba untuk mencari tahu identitasnya sendiri bahkan ketika Pakistan mengalami "gempa" pergeseran budaya dan agama.
"Suaranya sangat mudah, baik menyanyi, maupun khotbahnya. Dan segala sesuatu di sekitarnya sangat-sangat rumit," kata Naqvi menambahkan.
(Rifa Nadia Nurfuadah)