Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pembelian Heli AW-101, Pengamat: Bentuk Pembangkangan Terhadap Presiden

Feri Agus Setyawan , Jurnalis-Jum'at, 10 Februari 2017 |06:24 WIB
Pembelian Heli AW-101, Pengamat: Bentuk Pembangkangan Terhadap Presiden
Helikopter AW-101 yang menjadi polemik (Foto: Ferio/Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Lingkungan militer Indonesia tengah disorot, setelah helikopter AugustaWestland-101 (AW-101), yang pembeliannya sudah dibatalkan Presiden Joko Widodo 'nangkring' di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Heli tersebut dipesan oleh TNI Angkatan Udara (AU).

Ternyata, TNI AU tetap jadi dan mengajukan pembelian heli pabrikan Inggris-Itali ini ke Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada pertengahan 2016 lalu. Kepala Staf TNI AU, ketika itu Marsekal Agus Supriyatna menyebut, peruntukan heli seharga USD55 juta atau setara dengan Rp740 miliar itu untuk pertahanan dan SAR.

Pembelian yang tetap dilakukan, padahal sudah ditolak dan minta dibatalkan oleh Presiden Jokowi ini lah yang memunculkan pertanyaan. Bahkan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu seperti 'lepas tangan' terkait pembelian heli yang sedianya untuk kepentingan kepresidenan dan tamu penting negara saat rapat di Komisi I DPR.

Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai kejadian ini menggambarkan adanya inkonsistensi dan ketidakkompakan pemerintah dalam merumuskan sebuah kebijakan strategis. Apalagi, pengadaan ini berkaitan dengan alat utama sistem pertahanan (alutsista).

"Dalam bahasa yang lebih keras, jika benar presiden secara resmi menolak, maka ini adalah ketidakpatuhan. Ini pembangkangan," kata Khairul kepada Okezone, Kamis (9/2/2017).

Munculnya polemik tersebut, mendorong Kepala Staf TNI AU Marsekal Hadi Tjahjanto melakukan penyelidikan. Ia pun sudah menghadap Presiden Jokowi untuk melaporkan langkah investigasi pembelian heli yang sudah tiba beberapa hari lalu di pangkalannya itu. Namun, Hadi belum bisa memastikan kapan investigasi tersebut kelar.

Menurut Khairul, langkah investigasi yang tengah dilakukan matra udara itu perlu didorong untuk memastikan bagaimana proses pembelian heli AW-101 bisa terjadi meski sudah ditolak Presiden Jokowi. Apalagi, pembelian heli AW-101 telah membuat kegaduhan, petinggi TNI dan Kementerian Pertahanan merasa tak tahu menahu.

"Yang bisa kita dorong saat ini adalah adanya investigasi seksama atas skandal ini. Sekarang AW-101 sudah parkir di Lanud Halim. Siapa yang bertanggungjawab?" ujarnya.

Polemik pembelian heli AW-101 sudah kadung menjadi gaduh. Masalahnya bukan sekedar soal peruntukannya yang berubah (dari untuk kepresidenan menjadi pertahanan dan SAR), harganya yang tinggi atau tidak, atau beli dari luar atau dalam negeri. Persoalan heli AW-101 ini menunjukkan belum mantapnya institusi militer mengelola prioritas alutsista.

"Ini adalah soal mengelola prioritas, periodisasi hingga upaya menekan biaya tinggi dan mempersempit ruang intervensi atau tekanan pihak luar, baik agen korporasi maupun negara asing, terhadap kemandirian sistem pertahanan dan keamanan kita," jelas Khairul.

Untuk itu, Khairul mengingatkan agar Presiden Jokowi dan jajarannya, terutama kalangan militer memperkuat komitmen kemandirian alutsista dalam wujud yang nyata. Meliputi penyiapan kebijakan pengembangan kemampuan industri pertahanan dengan cetak biru yang efektif dan realistis, selaras dengan arah kebijakan pengembangan kekuatan dan kemampuan pertahanan nasional.

"Kemudian mencegah potensi kerugian negara dengan pengawasan dan penegakan hukum yang kuat dalam proses pengadaannya," tandasnya.

(Khafid Mardiyansyah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement