CIREBON - Suara nyaring ribuan itik di sepanjang jalan Desa Kroya, Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon, menjadi ciri khas tersendiri daerah ini. Di desa ini sudah sejak ratusan tahun lalu mempelajari tentang ternak bebek yang baik. Tak heran bila desa ini dari dulu menjadi tempat terbesar para pengusaha bebek.
Berdasarkan cerita lisan yang turun temurun di masyarakat, bebek pertama kali ditemukan di desa terpencil dengan jalan penuh berlubang. Sejak zaman Mbah Kuwu Cirebon kala itu, daerah ini masih hutan belantara dan tak seorang pun berani menghuni tempat tersebut.
Namun, diceritakan Kuwu Kroya, H Wamin, pada zaman Mbah Kuwu Cirebon, ada seorang yang bertapa di bawah pohon kroya. Dia bernama Ki Gede Bungko atau Syekh Benting. Pertapaan yang bertahun-tahun dilakoninya berbeda dengan para petapa pada umumnya. Sebab Syekh Benting dalam pertapaannya harus disediakan makanan setiap hari tepat di depan dia.
Namun kesaktian Syekh Benting tak diragukan. Bahkan, ketika dia mengalami luka atau sakit, hanya dengan mengucapkan ‘sega’ atau nasi, langsung pulih kembali dan kesaktiannya pun seperti semula lagi.
Pada suatu hari, Mbah Kuwu Cirebon membutuhkan panglima perang. Kemudian, dengan mengutus keponaknnya, Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, meminta Syekh Benting yang sedang bertapa untuk dijadikan panglima perang. Saat Sunan Gunung Jati tiba di pertapaannya, Syekh Benting pun tak menjawab salam yang diucapkan tamunya itu hingga tiga kali salam.
“Kemudian, Sunan Gunug Jati mengambil jantung pisang dan isi dalam jantung pisang yang berwarna kuning itu ditebarkan, hingga berubah menjadi bebek. Kemudian bebek-bebek itu memakan semua nasi dan makanan yang ada depan Syekh Benting yang sedang bertapa,” kata Wamin, seperti mengutip Kabar Cirebon, Senin (13/2/2017).
Akhirnya, Syekh Benting pun marah dan bebek-bebek yang sedang makan tadi langsung ditempeleng hingga semunya mati seketika. Apa yang telah diperlakukan Syekh Benting terhadap bebek-bebek tadi, Sunan Gunung Jati pun meminta agar dihidupkan kembali. Merasa kesal karena permintaan yang dianggapnya mustahil, Syekh Benting pun menantang Sunan Gunung Jati.
Tantangan Syekh Benting tersebut, yakni jika Sunan Gunung Jati mampu menghidupkan bebek-bebek yang sudah mati maka ia pun akan berguru kepadanya dan patuh terhadap apa yang diminta oleh tamunya itu. Sebab, dalam pikiran Syekh Benting, tantangan tersebut tak bakal mampu untuk dilakukan.
“Akhirnya dengan seizin Allah, Sunan Gunung Jati merapal bacaan dan bebek-bebek tadi hidup lagi. Singkat cerita Syekh Benting diangkat menjadi penglima perang dan Sunan Gunung Jati berucap, ‘pada zamannnya nanti kalau anak cucu saya memelihara bebek di sini, bakal jadi orang mulia’. Makanya di sini banyak sekali haji-haji bebek, yakni berangkat haji dari hasil usaha bebek,” ujar Wamin.
Maka, turun temurun sampai sekarang banyak yang usaha bebek di desa tersebut sukses. Bahkan, kata salah seorang mantan pengusaha ternak bebek di Kroya, Suhadi, dulu 100% masyarakat di desanya usaha ternak bebek. Bahkan, itik dan telor bebek dikirim ke berbagai daerah. Seperti Sumatera, Subang, Kerawang, Banten, Pamanukan, Majalengka, Indramayu dan daerah lainnya.
“Bahkan dulu pengusaha bebek yang sukses, itik-itik mereka didistribusikan ke Jepang dan negara-negara lainnya juga. Dan banyak pula yang sudah mendapatkan sertifikat dari presiden karena sukses menernak bebek,” ujar Suhadi yang dikenal warga sekitar dengan sebutan ‘Gondrong Juragan Bebek’.
Namun, kata pria yang pernah 15 tahun usaha ternak bebek ini, seiring perkembangan zaman, kondisinya sangat berbeda. Masyarakat di desanya beralih profesi menjadi bos rongsok dan usaha-usaha lain. Bahkan, pada tahun 1990-an, ilmu ternak usaha bebek masyarakat sekitar diturunkan kepada orang lain yang dulu banyak berdatangan belajar ternak ke Desa Kroya.
Orang-orang yang datang belajar pun mulai dari Brebes, Indramayu, Sumatera, Subang, Kerawang dan daerah-daerah lainnya. Bahkan, berani membayar mahal untuk mendapatkan ilmu ternak bebek. Karena mereka tahu betul, selain masyarakat di desa itu sudah terkenal sukses menernak bebek, juga karena usaha ternak bebek kala itu sangat menjanjikan.
“Tapi sekarang paling tinggal 25% saja yang masih bertahan usaha ternak bebek. Apalagi pakan untuk bebek sekarang sangat mahal. Meski Pak Kuwu yang sekarang pun sempat berupaya mengembangkannya lagi, namun gagal karena kendala tadi,” kata Wamin.
(Ranto Rajagukguk)