Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

NEWS STORY: Pemimpin Negeri Napoleon, Bandara Soetta & Orang Jawa di Koloni Prancis

Randy Wirayudha , Jurnalis-Sabtu, 01 April 2017 |10:01 WIB
NEWS STORY: Pemimpin Negeri Napoleon, Bandara Soetta & Orang Jawa di Koloni Prancis
Ilustrasi (Foto: SINDO)
A
A
A

APA yang terbersit di benak Anda jika menyebut kata “Prancis”? Survei membuktikan...biasanya akan tercetus nama besar tokoh Napoléon Bonaparte di “peringkat” teratas. Kemudian mungkin Menara Eiffel, tragedi teror Paris (November 2015), hingga Zinedine ‘Zizou’ Zidane?

Ada apa dengan Prancis? Apa negara kita punya sejarah panjang dengan negara yang punya koloni dari ujung Afrika hingga Oseania itu?

Kalau mau ‘ngubek-ngubek’ catatan sejarah, memang Indonesia dan Prancis tak punya sejarah yang sangat panjang dan “seakrab” dengan Belanda. Tapi setidaknya, pernah lho Napoléon sendiri bertanya tentang negeri kita di zaman kuda gigit besi.

(Baca: Ketika Napoleon Menanyakan Kabar Batavia)

"Sewaktu Napoleon bertemu (Sir Thomas Stamford) Raffles di St. Helena, Napoleon bertanya, 'bagaimana cuaca di Batavia?'," tutur Iwan Santosa berkisah kala meluncurkan buku ‘KNIL: Perang Kolonial di Nusantara dalam Catatan Prancis’ pada 2 Juni 2016 silam.

Tapi ada satu fakta unik nih. Buat Anda yang sering bepergian dengan transportasi udara melalui Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang, Anda mestinya juga teringat akan Prancis.

Kenapa? Karena Bandara Soetta (Terminal 1 dan 2) ketika awal dibangun merupakan salah satu masterpiece arsitek asal Prancis bernama Paul Andreu. Itu tuh, arsitek yang juga mendesain Bandara Charles de Gaulle di Paris, Bandara Shanghai Pudong di China Bandara Internasional Abu Dhabi, hingga Bandara Ninoy Aquino di Manila, Filipina.

Bandara Soetta awal pembangunannya juga berasal dari tender yang dimenangi Aeroport de Paris. Struktur pembangunannya sudah rampung pada 1 Desember 1984 dan resmi dibuka pada 1 Mei 1985 untuk penerbangan domestik.

(Baca juga: Bandara Soekarno-Hatta, Saksi Sejarah Hubungan Indonesia-Prancis)

Nah, tamu negara pertama yang mendarat di Bandara Soetta pun berasal dari Prancis. Tak lain dan tak bukan adalah Presiden François Mitterand dengan ditemani ibu negara Danielle Mitterand, serta delegasi ekonomi dan pejabat luar negeri pada 14 September 1986.

Kunjungan Presiden Mitterand ini berlangsung empat hari dan tidak hanya bertemu Presiden kedua RI Soeharto di Jakarta, tapi juga ada agenda perjalanan ke Bandung dan Bali. Kunjungan ini jadi kunjungan balasan, setelah Presiden Soeharto lebih dulu bertandang ke Prancis pada 1972.

Tentu isu-isu yang jadi bahan “obrolan” Presiden Soeharto dan Presiden Mitterand kala bertemu saat itu, berbeda cukup jauh dari apa yang jadi pembahasan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden François Hollande pada Rabu, 29 Maret 2017.

Di masa-masa 1986 itu, sebagaimana dilansir United Press International (UPI) isu utama yang menyelimuti kedua negara adalah isu uji coba nuklir Prancis di Pasifik Selatan.

Ya, negara-negara Asia Pasifik, terutama Selandia Baru, menentang kebijakan uji coba nuklir Prancis di kawasan koloni mereka di Pasifik Selatan. Sebut saja di Atol Muroroa, French Polynesia.

Kebijakan pemerintah RI sendiri, sedianya mendukung pernyataan Perdana Menteri Selandia Baru kala itu, David Lange, soal zona antinuklir di kawasan Pasifik. Ini yang kemudian jadi salah satu bahan pembicaraan Presiden Soeharto pada Mitterand.

“Kami orang Indonesia pada dasarnya adalah masyarakat yang ramah dan santun dan kami hanya akan terus diam soal ini,” cetus Menteri Luar Negeri RI kala itu Mochtar Kusumaatmadja.

Di sisi lain, Presiden Mitterand juga punya harapan tertentu akan sikap pemerintah RI terkait munculnya gelombang anti-penduduk Eropa oleh masyarakat pribumi Kanak di salah satu daerah koloni mereka, Nouvelle-Calédonie (Kaledonia Baru).

Pasalnya, Indonesia bersama Australia sempat menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan warga pribumi Kanak jelang Referendum pada Juli 1987. Sikap Indonesia dirasa penting buat Mitterand, lantaran ternyata terdapat ribuan populasi warga Indonesia asal Pulau Jawa di Kaledonia Baru.

Selebihnya, kedatangan Presiden Mitterand turut membawa agenda kerjasama bilateral yang meliputi bidang transfer teknologi, keamanan kawasan dan perdagangan. Ditambah proyek ekspansi Bandara Soetta dan Club Mediterranee senilai USD27 juta di Bali.

(Randy Wirayudha)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement