Tidak hanya di Jalan Aceh, pasar malam serupa yang biasa diadakan pada Juni-Juli itu, juga ramai dihelat di kawasan Jalan Braga yang terdapat banyak pedagang pakaian “kekinian” saat itu. Pakaian yang dijual juga banyak yang diimpor dari Paris, Prancis dan berkelanjutan jadi kiblat mode bagi masyarakat layaknya di Paris.
Dari situlah, ditambah suasana Kota Bandung “tempo doeloe” yang banyak gedung-gedung bergaya art deco macam di Eropa, orang-orang Belanda menyebut Bandung sebagai Paris-nya Pulau Jawa alias Parijs van Java.
Adapun yang pertama kali mempopulerkan kalimat “Parijs van Java” itu sendiri, menurut sejarawan Haryoto Kunto dalam bukunya, ‘Wajah Bandoeng Tempo Doeloe’, adalah Roth, seorang pebisnis keturunan Yahudi Belanda.
“Untuk mempromosikan dagangannya di pasar malam tahunan Jaarbeurs pada 1920, Roth mempopulerkan kalimat Parijs van Java,” ungkap Kunto dalam bukunya, ‘Wajah Bandoeng Tempo Doeloe’.