BANGKOK - Hakim menjatuhkan 21 vonis bersalah dalam pengadilan kasus penyelundupan manusia terbesar yang pernah digelar di Thailand. Beberapa terdakwa yang divonis juga dinyatakan bersalah atas perannya dalam organisasi kejahatan transnasional, penahanan yang berujung pada kematian dan pemerkosaan.
Di antara para terdakwa terdapat jenderal angkatan bersenjata Thailand, polisi, politisi lokal, dan warga negara Myanmar yang dituduh terlibat dalam penyelundupan dan perdagangan pengungsi di perbatasan Malaysia dan Thailand. Pengadilan tersebut dimulai pada 2015 setelah ditemukannya puluhan kuburan di dekat perbatasan Malaysia-Thailand yang merupakan bagian dari kamp hutan di mana para penyelundup menyandera para pengungsi sampai kerabat mereka mampu membayar tebusan.
Sayangnya, banyak dari para sandera yang tidak bertahan hidup di sana. Sebagian dari mereka yang tewas diduga sebagai warga minoritas Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar. Sampai persidangan hari ini, Thailand masih belum memublikasikan laporan lengkap dari kuburan dan uji forensik para korban.
Dari 22 putusan yang dibacakan di persidangan di pengadilan pagi ini, hanya satu terdakwa yang dinyatakan tidak bersalah. Peneliti senior Human Rights Watch Thailand, Sunai Phasuk mengatakan, hukuman terberat bagi mereka yang divonis karena perdagangan manusia kemungkinan adalah hukuman mati.
"Fakta bahwa ada pejabat tinggi yang didakawa melakukan kejahatan ini akan membantu mencegah para pelaku dalam jaringan perdagangan di masa depan," kata Sunai sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (19/7/2017).
Thailand sejak lama telah menjadi negara tujuan, tujuan dan transit bagi para korban yang diselundupkan dan diperdagangkan dari negara-negara tetangga yang lebih miskin, seperti Kamboja, Laos dan Myanmar. Mereka biasanya kemudian akan dipekerjakan di Thailand atau Malaysia, sebagai buruh dan pekerja seks.
(Rahman Asmardika)