Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kebanjiran Keluhan Biaya Pendidikan SMA Mahal, Kang Dedi: Stop Komersialisasi Pendidikan

Mulyana , Jurnalis-Jum'at, 25 Agustus 2017 |14:32 WIB
Kebanjiran Keluhan Biaya Pendidikan SMA Mahal, Kang Dedi: Stop Komersialisasi Pendidikan
Dedi Mulyadi (foto: Okezone)
A
A
A

PURWAKARTA - ‎Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengaku kebanjiran keluhan dari orang tua siswa, terkait mahalnya biaya pendidikan di tingkat SMA/sederajat. Namun, menyikapi persoalan tersebut, pihaknya sudah tidak bisa berbuat banyak. Karena, saat ini pengelolaan pendidikan tingkat atas itu ada di provinsi.

"Sudah lebih dari 100 orang tua yang mengeluh. Tapi kita juga bingung. Kita sudah tidak bisa intervensi lagi, karena kewenangan SMA bukan lagi di kita (daerah)," ujar Dedi kepada Okezone di kantornya, Jumat (25/8/2017).

Dedi pun mengaku sangat sedih dengan kondisi tersebut. Karena, saat ini biaya pendidikan untuk SMA kembali mahal. Orang tua kembali harus dibebani‎ biaya untuk menyekolahkan anaknya. Dari mulai harus membayar uang bangunan (DSP) dan iuran bulanan (SPP).

"Sekarang, sekolah di SMA itu sudah mulai seperti dulu. ‎Jadi, sudah lebih ke bisnis/komersil," seloroh dia.

Tapi, kata dia, mau bagaimana lagi. Sekarang, pemerintah daerah tidak bisa intervensi soal kebijakan pendidikan tingkat SMA. Padahal, dulu sebelum pengelolaannya diserahkan ke provinsi, program wajib belajar 12 tahun di wilayahnya sudah berjalan. Dalam hal ini, pemerintah membebaskan seluruh biaya pendidikan hingga tingkat SMA.

"Tapi kan, ‎saat ini kewenangannya beda. Kewenangan kami hanya SD dan SMP saja. Untuk SMA kami tidak bisa berbuat banyak," jelas Dedi.

Menurut Dedi, ‎peralihan pengelolaan kewenangan SMA ke provinisi ini tidak dibarengi dengan perencanaan keuangan yang matang. Sehingga, berdampak pada regulasi keuangan di setiap sekolah yang ada di daerah. Salah satu contohnya, kata dia, saat pelaksanaan UNBK beberapa waktu lalu. Hal mana, banyak sekolah yang harus memaksakan ikut, tapi di sisi lain secara finansial belum siap.

"Kemarin saja, banyak kepala sekolah yang terpaksa meminjan uang ke perbankan demi ‎suksesnya UNBK. Karena, anggaran dari pemprov-nya terbatas," kata dia.

Dedi menambahkan, sebenarnya Pemkab Purwakarta sempat meminta pengecualian soal pengelolaan SMA ini.‎ Jadi, dalam hal ini, pemkab minta diberi ruang kewenangan untuk bersama-sama mengelola pendidikan SMA yang ada di wilayanya.

Alasan Dedi meminta pengecualian ini, karena pihaknya menilai Pemkab Purwakarta masih mampu dalam pengelolaan pendidikan hingga tingkat SMA. Selain itu, supaya tak ada tumpang tindih soal kebijkan yang akan diterapkan.

"Kalau kewenangannya berubah, otomatis berubah pula tatanan pengelolaannya,"‎ ucap Dedi menambahkan.

Dalam hal ini, dia pun menyarankan supaya daerah-daerah yang dianggap mampu secara finansial juga diberi kewenangan oleh pemprov. Supaya, anggaran untuk subsidi pendidikan SMA, bisa dialihkan untuk bantuan pendidikan lainnya.‎

(Mufrod)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement