RAMALLAH – Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, menyatakan harapannya pada perayaan Idul Adha pada Jumat 1 September 2017. Abbas mengatakan, ia berharap dapat melihat perayaan Idul Adha di Yerusalem yang “bebas”.
Sebagaimana dikutip dari Middle East Monitor, Sabtu (2/9/2017) Abbas sempat memberikan pernyataan singkat usai ia melaksanakan salat Idul Adha di kantor kepresidenan yang berlokasi di Kota Ramallah, Tepi Barat. Pada pernyataannya itu, ia memberikan ucapan selama merayakan Idul Adha untuk negara-negara Arab dan para Muslim dunia.
BACA JUGA: Momentum Idul Adha 1438 H, PM Najib Ajak Muslim Malaysia Bersatu
BACA JUGA: Idul Adha 2017, Jokowi Kurban Sapi di Sukabumi, Kampung Aher
“(Selamat-red) Idul Adha untuk negara-negara Arab dan Muslim. Idul Adha tahun depan, kami berharap dapat melihat pembebasan Al-Quds Al-Sharif dan pembebasan saudara-saudara kami yang dipenjara (oleh Israel),” ujar Abbas. Sekadar informasi, Al-Quds Al-Sharif adalah nama lain dari Kota Yerusalem.
Usai memberikan pernyataan itu, Abbas mengadakan ziarah khusus. Abbas yang ditemani oleh pejabat Palestina lainnya kemudian meletakkan karangan bunga di makam mantan Presiden Palestina, Yasser Arafat.
Suasana khusyuk juga terlihat di Masjid Ibrahimi yang berlokasi di Kota Hebron, Tepi Barat. Masjid itu disebut dibuka oleh otoritas Israel untuk warga Palestina yang akan melaksanakan salat Idul Adha.
BACA JUGA: IDUL ADHA 2017: Meski Minoritas, Begini Suasana Perayaan Idul Adha di Hanoi, Vietnam
BACA JUGA: OKEZONE WEEK-END: Intip Tradisi Perayaan Idul Adha di Amerika! Paling Ramai Dimana Ya?
Pemandangan yang berbeda terlihat di Jalur Gaza. Dengan Wakil Ketua Dewan Legislatif Palestina, Ahmed Bahar, yang menyerukan dalam suasana Idul Adha agar kelompok Fatah dan Hamas mau melakukan rekonsiliasi.
“Rekonsiliasi adalah kewajiban nasional dan kemanusiaan. Kami menginginkan rekonsiliasi berdasarkan hak-hak asasi warga Palestina dan proyek perlawanan yang sedang berlangsung,” tutur Bahar dalam ceramahnya di Alun-Alun Al Saraya.
Middle East Monitor mewartakan, kedua kelompok yang memerintah Gaza dan Tepi Barat itu pada 2014 sebenarnya sudah sepakat untuk membentuk pemerintah yang bersatu. Walau pemerintah bersatu sudah dibentuk di Ramallah namun otoritas ini tidak memiliki peran kepemimpinan di Gaza akibat perbedaan ideologi dan politik antara Fatah dan Hamas.
(Emirald Julio)