Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Terungkap! Begini Pandangan Warga Kota Besar Myanmar tentang Rohingya

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Selasa, 12 September 2017 |08:06 WIB
Terungkap! Begini Pandangan Warga Kota Besar Myanmar tentang Rohingya
Warga di Kota Yangon memandang etnis Rohingya sebagai Bengali (Foto: Reuters)
A
A
A

YANGON – Dunia beramai-ramai mengecam perlakuan militer Myanmar terhadap etnis minoritas Rohingya yang dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM). Muncul juga berita yang mengatakan bahwa warga Myanmar secara umum tidak menyukai keberadaan etnis Rohingya di Rakhine. .

Akan tetapi, pandangan berbeda muncul di Yangon, kota terbesar Myanmar sekaligus Ibu Kota sebelum dipindahkan ke Naypyidaw. Jika Anda berbicara dengan siapa pun di jalanan Yangon mengenai apa yang terjadi di negara bagian Rakhine, Anda tidak akan mendengar kata 'Rohingya'.

Kelompok minoritas itu disebut sebagai 'orang Bengali', merefleksikan sebuah persepsi umum bahwa anggota komunitas Rohingya adalah orang asing, imigran dari Bangladesh, dengan budaya dan bahasa yang berbeda. Apa yang dilihat di mata internasional sebagai isu HAM dipandang di Myanmar sebagai suatu kedaulatan nasional, dan muncul dukungan luas untuk operasi militer di utara Rakhine.

Koran-koran membawa kepentingan pemerintah, yaitu membawa sikap bahwa Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan (Arakan Rohingya Salvation Army, ARSA) menyerang pasukan keamaan Myanmar pada 25 Agustus. Sebagai respons, pasukan yang juga dikenal sebagai Tatmadaw, meluncurkan operasi militer di Maungdaw, wilayah yang tercabik oleh konflik di Rakhine.

'Permusuhan panjang'

Kebanyakan orang Myanmar memandang peliputan media internasional berpihak, terlalu condong ke Rohingya, dan tidak cukup meliput penderitaan orang non-Rohingya di Rakhine yang melarikan diri dari kekerasan di desa mereka.

Akses media di daerah yang terdampak di Rakhine sangat terbatas, jurnalis asing tak bisa datang ke sana dengan bebas dan karenany tak bisa memverifikasi kisah-kisah mereka. Media lokal fokus pada 'serangan teroris' dan pada evakuasi orang non-Rohingya yang juga tersingkir akibat konflik.

Suatu berita utama di Myawaddy Daily, berbunyi: "Teroris Bengali ekstremis ARSA akan menyerang kota-kota besar".

Yang lainnya, di situs berita Eleven, juga serupa: "Ekstremis ARSA teroris Bengali menyerang pasukan keamanan di kota kecil Maungdaw".

Laporan-laporan menyebutkan bahwa kelompok militanlah yang membakar desa-desa, bukan tentara, dan tidak disebutkan mengenai banyaknya pencari suaka Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh. Penggunaan kata 'teroris' dipaksakan oleh Komite Informasi Myanmar, yang memperingatan media agar mereka patuh.

Berita dan gambar-gambar yang menyesatkan atau bohong di media sosial hanya membuat perpecahan lebih dalam lagi. Permusuhan terhadap kaum Rohingya bukanlah hal baru di Myanmar, namun lahir dari prasangka yang sudah lama terhadap kelompok minoritas itu, yang tidak dianggap sebagai warga Myanmar.

Kelompok Rohingya, yang bahasanya begitu berbeda dengan bahasa lain di negara bagian Rakhine, tidak dianggap salah satu dari 135 kelompok etnis resmi di Myanmar. Kelompok nasionalis menghembus-hembuskan desas-desus bahwa Muslim Rohingya adalah ancaman, antara lain dengan karena pria Muslim berhak memiliki empat istri dan banyak anak.

Banyak yang berada di Rakhine takut mereka akan mengambil alih lahan mereka suatu hari karena populasi mereka terus bertambah. Sikap bermusuhan dengan cepat terlihat saat kita berbicara dengan warga biasa.

"Mereka tidak berpendidikan dan tidak memiliki pekerjaan. Mereka bikin banyak anak. Jika tetanggamu punya banyak anak dan membuat keributan di sebelah, akankah kamu menyukainya?," seorang perempuan di usia 30an mengatakan hal itu kepada saya di jalanan.

"Saya kira orang-orang itu bermasalah. Mereka jelek. Saya tidak suka mereka," kata perempuan lain, seorang pekerja rumah tangga.

Namun dia menambahkan bahwa, "Kita tidak dapat bertepuk hanya dengan satu telapak tangan," yang berarti dia sadar bahwa ada dua sisi dari sebuah cerita.

Tentu saja masih ada sebagian yang simpati dengan keadaan Rohingya, meski mereka dianggap kurang vokal.

"Saya kira banyak Muslim Bengali yang terbunuh. Saya kira banyak yang dibunuh pasukan pemerintah karena sebagian lokasi mereka terisolasi. Saya pikir PBB seharusnya dilibatkan," kata seorang supir taksi.

(Wikanto Arungbudoyo)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement