Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tak Akui Krisis Rohingya, Berbagai Pihak Kritisi Pidato Suu Kyi

Agregasi VOA , Jurnalis-Rabu, 20 September 2017 |08:13 WIB
Tak Akui Krisis Rohingya, Berbagai Pihak Kritisi Pidato Suu Kyi
Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, berpidato tentang kekerasan kemanusiaan di Rakhine, Senin 18 September 2017. (Foto: AP)
A
A
A

Masyarakat Internasional Harus Tingkatkan Tekanan terhadap Pemerintah Myanmar

Ani Soetjipto dan Hikmahanto Juwana kepada VOA menggarisbawahi perlunya tekanan yang lebih serius terhadap pemerintahan Myanmar guna mengakhiri krisis kemanusiaan ini. Tekanan yang sebaiknya tidak dilakukan secara unilateral, tetapi multilateral.

"Pemerintah Indonesia tidak bisa melakukannya secara unilateral. Indonesia harus menggunakan lembaga seperti ASEAN dan PBB, intinya pendekatannya harus multilateral, bukan bilateral. Saya menilai seharusnya ASEAN berada di depan, jangan mangkir dan tidak mau menyelesaikan masalah yang dihadapi negara-negara anggotanya. Saya memunculkan ide bahwa ASEAN bisa melakukan tindakan tegas dalam konsep yang dikenal di hukum internasional yaitu "responbility to protect", ini kewajiban negara-negara dunia, termasuk ASEAN, untuk melindungi mereka yang tertindas oleh satu rezim, dalam konteks ini etnis Rohingya. Saya berharap ketika Menlu ketika menghadiri SU PBB bisa bertemu dengan menteri-menteri ASEAN lain dan membicarakan langkah yang harus diambil guna melindungi etnis Rohingya yang sedang mendapat perlakuan tidak manusiawi. Salah satu yang bisa dilakukan dalam konteks "R to P" ini adalah negara-negara ASEAN memberlakukan embargo ekonomi terhadap Myanmar," papar Hikmahanto.

Suu Kyi: Myanmar adalah Negara yang Rumit

Dalam salah satu bagian pidatonya Suu Kyi meminta masyarakat internasional memahami posisi negaranya yang baru saja belajar berdemokrasi setelah lebih dari separuh abad dikuasai junta militer.

"Transisi bagi kami adalah transisi menuju demokrasi setelah lebih dari separuh abad berada dalam kepemimpinan otoriter. Kami sedang berupaya membentuk bangsa, dengan demokrasi yang belum sempurna... Sebagaimana yang telah diketahui, Birma adalah negara yang rumit. Kerumitan itu diperparah dengan harapan semua pihak agar kami menyelesaikan semua tantangan ini dalam waktu sesingkat-singkatnya. Saya ingin mengingatkan kembali bahwa pemerintahan kami bahkan belum mencapai 18 bulan, dan ini adalah waktu yang sangat singkat untuk memenuhi seluruh harapan."

(Rifa Nadia Nurfuadah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement