Pidato Suu Kyi Dinilai Bertolak Belakang dengan Kenyataan di Rakhine
Pakar hukum internasional di Universitas Indonesia Prof. Dr. Hikmahanto Juwana mengatakan kepada VOA, sangat memahami kekecewaan yang dirasakan sebagian masyarakat internasional.
"Masyarakat internasional memang menunggu pernyataannya terhadap krisis ini, tetapi bukan ini yang diharapkan karena inti dari apa yang disampaikan merupakan penyangkalan bahwa tidak ada eksodus besar-besaran warga Muslim Rohingya, dan bahwa pemerintah senantiasa memperlakukan dengan baik semua warga termasuk warga Muslim Rohingya, dengan memberi layanan pendidikan, kesehatan dll. Padahal ini kontradiktif dengan apa yang terjadi, dan apa yang disampaikan Dewan HAM PBB bahwa "Jika sepertiga etnis Rohingya ini sampai keluar, lalu sebutan apa yang bisa kita berikan selain ethnics cleansing?" Jadi sekali lagi tentu dunia kecewa dengan apa yang disampaikan Suu Kyi karena beliau adalah seorang peraih Nobel untuk masalah bersifat kemanusiaan dan mendapat pengakuan masyarakat internasional, tetapi setelah memerintah tidak sama sekali memenuhi harapan internasional," jelasnya.
BACA JUGA: Tak Cuma Prihatin, Suu Kyi: Kami Kutuk Keras Pelanggaran HAM terhadap Rohingya
Ani Soetjipto: Suu Kyi "Tersandera" Politik di Myanmar
Namun pengamat hubungan internasional Dr. Ani Soetjipto mengatakan bisa memahami sulitnya posisi Suu Kyi saat ini.
"Suu Kyi memang dianggap tokoh penting oleh dunia internasional dan harapan bagi demokrasi dan penegakan HAM di Myanmar. Tetapi real politics di Myanmar sesungguhnya masih dikendalikan oleh tentara. Suu Kyi ‘tersandera’ dan menghadapi pilihan sulit antara kepentingan HAM versus kepentingan politik partainya dalam sistem politik Myanmar sekarang," paparnya.
BACA JUGA: Mengharukan! Ini Pesan Warga Rohingya untuk Aung San Suu Kyi
Ani Soetjipto menambahkan bahwa masih ada daerah-daerah di Myanmar yang dikuasai pemberontak yang didukung kekuatan di luar negara itu, dan kadang-kadang masyarakat yang menjadi korban kelompok yang bertikai.
Dalam pidato Senin malam, Suu Kyi menegaskan bahwa pasukan keamanan telah diperintahkan untuk mematuhi kode etik ketika melakukan operasi-operasi keamanan, untuk menahan diri dan mengambil langkah guna menghindari jatuhnya korban yang tidak terlibat konflik dan warga sipil.