SAINT PETERSBURG – Upaya untuk mendudukkan Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) dalam meja perundingan beberapa kali menemui jalan buntu. Ketua Dewan Federasi Rusia, Valentina Matviyenko mengatakan, Rusia akan berupaya membawa delegasi kedua Korea ke meja perundingan meski diakui kemungkinannya sangat tipis.
“Kami akan mencoba, sangat sulit untuk memprediksi tingkat kemungkinan, tetapi saat ini kesempatannya tidak besar,” ucap Valentina Matviyenko dalam sebuah acara di Saint Petersburg, mengutip dari TASS, Minggu (15/10/2017).
“Kami akan mengupayakan segala hal untuk mewujudkan perundingan tersebut. Well, jika tidak berhasil, setidaknya perbincangan kami dengan mereka sungguh penting,” sambungnya.
Ia menyambut kehadiran delegasi Korea Utara dalam Pertemuan ke-137 Serikat Dewan Inter-Parlemen yang berlangsung di Saint Petersburg pada 14-18 Oktober. Valentina akan berupaya membawa perwakilan Korea Selatan dan Korea Utara yang hadir dalam pertemuan tersebut untuk duduk satu meja.
Valentina Matviyenko mengatakan, akan berupaya mengadakan pertemuan bilateral dengan ketua parlemen Korsel dan wakil pertama parlemen Korut, yang sama-sama memimpin delegasi. Dari pertemuan tersebut, diupayakan tercapai kesepakatan akan pentingnya dialog kedua negara.
“Kami akan berupaya mencapai kesepakatan, membujuk, dan menerangkan kepada mereka pentingnya dialog serta duduk bersama di meja perundingan dan mencoba mencari titik kompromi,” tandas Valentina Matviyenko.
Perempuan berusia 68 tahun itu yakin jika pertanyaan yang sama diajukan kepada warga Korut dan Korsel, mereka akan menjawab tidak ingin perang. Ia menganggap, para delegasi parlemen memiliki peran penting dalam mengupayakan solusi untuk mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.
Sebelumnya, perundingan antara Korut dengan Korsel dilakukan dengan format enam pihak (six party talks) yang dijadwalkan berlangsung selama lima kali antara 2003-2007. Perundingan tersebut melibatkan Korsel, Korut, Amerika Serikat (AS), China, Rusia, dan Jepang.
Hingga tahapan ketiga pada perundingan kelima, Korut masih sepakat untuk menutup fasilitas nuklirnya dengan imbalan bantuan ekonomi serta normalisasi hubungan. Akan tetapi, perundingan tersebut dibatalkan setelah Korut marah karena muncul kecaman dari Dewan Keamanan PBB atas kegagalan peluncuran satelit mereka pada April 2009. Sejak itu, Korut menolak masuk meja perundingan lagi.
(Wikanto Arungbudoyo)