YANGON - Lebih dari 2.000 warga Myanmar berkumpul di pusat Kota Yangon dalam aksi bela negara untuk memberikan dukungan kepada militer. Aksi tersebut dilakukan setelah Myanmar terus dibanjiri kritik dari dunia internasional terkait krisis Rohingya.
Para peserta aksi diketahui membawa spanduk besar yang isinya memuji Panglima Tinggi Militer Myanmar, Min Aung Hlaing. Selain itu, spanduk yang dibawa peserta juga berisi tentang kritik balik dari warga Myanmar ke komunitas global yang dinilai terus menekan pasukan militer dan nasionalis Buddha setempat.
Sebagaimana diketahui, Myanmar berada di bawah kekuasaan militer selama 50 tahun. Barulah pada November 2010, pemerintahan militer digantikan dengan pemerintahan sipil yang didukung oleh pasukan militer baru.
"Tatmadaw (nama resmi angkatan bersenjata Myanmar) sangat penting bagi negara ini. Mereka melindungi kelompok etnis, ras dan agama kita," ujar salah satu peserta aksi, Nan Aye Aye Kyi sebagaimana disitat dari Asian Correspondent, Senin (30/10/2017).
Selain diikuti warga sipil, aksi ini juga diikuti oleh pemuka agama Buddha. Mereka menyampaikan orasi yang isinya meminta masyarakat Myanmar memberikan dukungan ke militer karena kedaulatan negara sangat tergantung pada kekuatan mereka.
"Saya ingin Anda semua mendukung militer. Hanya jika militer diperkuat maka kedaulatan kita akan diamankan," ujar seorang biksu nasionalis senior, Zagara.
Seiring banyaknya warga Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine State, tekanan dari dunia internasional terhadap Pemimpin de Facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, juga terus meningkat. Salah satu kritik keras ke Myanmar juga disampaikan oleh Amerika Serikat yang kini tengah mempertimbangkan pemberian sanksi terhadap negara dengan mayoritas penduduk beragama Buddha tersebut.
Meski tekanan dunia internasional ke Myanmar terus meningkat, namun di dalam negeri dukungan untuk Aung San Suu Kyi cukup tinggi. Sebagian besar warga Myanmar meyakini jika warga Rohingya merupakan imigran gelap dari Bangladesh dan tidak berhak hidup di negara mereka.
Aksi bela negara warga Myanmar ini sendiri ternyata tak luput dari kritik. Human Rights Watch (HRW) atau organisasi HAM internasional mengecam aksi pembelaan terhadap militer yang dinilai sebagai pihak paling bertanggung jawab dalam upaya pembersihan etnis Rohingya.
(Rufki Ade Vinanda)