JAKARTA - Sikap politik Partai Golongan Karya (Golkar) dalam Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat (Pilkada Jabar) tahun 2018 banyak dipertanyakan. Keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar untuk mengusung Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil bahkan disebut banyak pihak sebagai anomali.
Alih-alih mengusung Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi yang notabene adalah kader sejati partai, Golkar malah mengangkat Emil --sapaan akrab Ridwan Kamil-- sebagai calon gubernur pada kontestasi pilkada mendatang.
Keputusan ini tentu tak mudah bagi Golkar. Dan bukan tanpa risiko, mengingat Dedi bukanlah seorang kader biasa. Saat ini Dedi menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Provinsi Jawa Barat. Selain berisiko kehilangan suara para loyalis Dedi, pengusungan Emil berpotensi menimbulkan perpecahan di internal partai.
Meski begitu, Dedi Mulyadi telah menyatakan sikapnya. Dedi legowo. Selama 10 tahun memimpin Purwakarta, Dedi mengaku "paham" betul bagaimana dinamika politik di Jawa Barat. Untuk itu, Dedi meminta seluruh kader Golkar --terutama di Jawa Barat-- untuk menerima keputusan DPP dan tetap setia menjalani fungsi sebagai kader.
"Kami cukup memahami apa yang menjadi keputusan DPP Partai Golkar, karena itu saya mengajak kepada seluruh kader Golkar untuk memahami keputusan tersebut," kata Dedi beberapa waktu lalu.
Terkait itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Golkar, Idrus Marham menuturkan alasan dibalik keputusan DPP mengusung Emil. Menurut Idrus, keputusan tersebut didasari oleh hasil kajian dan diskusi panjang di lingkup DPP. Dari hasil kajian itu, Golkar menemukan bahwa elektabilitas Emil melampaui Dedi. Dengan itu, Golkar menerjemahkan bahwa sebagian besar masyarakat Jawa Barat lebih menghendaki Emil ketimbang Dedi.
“Maka kita bertanya kepada masyarakat melalui survei. Dari survei itu, Golkar melihat bahwa tidak ada satu pun survei kredibel yang tidak mengatakan bahwa hasil survei Kang Emil sebagai calon gubernur tertinggi,” papar Idrus.