WASHINGTON - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang beranggotakan 193 negara tersebut akan mengadakan sebuah sesi khusus darurat langka pada Kamis 21 Desember atas permintaan negara-negara Arab dan Muslim. Hal tersebut dilakukan atas keputusan Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Tak berhenti di situ, Pemerintah AS juga akan memindahkan Kedutaan Besar (Kedubes) AS untuk Israel di Tel Aviv ke Yerusalem.
Dilansir dari Reuters, Rabu (20/12/2017), Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour mengatakan bahwa Majelis Umum akan memberikan suara pada sebuah rancangan resolusi yang menyerukan agar deklarasi Presiden Trump ditarik, yang kemudian diveto oleh AS di hadapan para anggota Dewan Keamanan PBB pada Senin 18 Desember.
BACA JUGA: Presiden Lebanon Kutuk Israel karena Langgar Resolusi PBB
Sebanyak 14 sari 15 anggota Dewan Keamanan sepakat akan resolusi yang diusung oleh Mesir, yang tidak secara khusus menyebutkan AS atau Presiden Trump namun mengungkapkan penyesalan mendalam atas keputusan baru-baru ini mengenai status Yerusalem. Apabila tidak diveto, maka resolusi tersebut sudah sah untuk diadopsi. Namun, jika satu saja dari lima anggota tetap DK PBB, yakni AS, Rusia, Prancis, Inggris Raya, dan China, memilih untuk memveto, maka resolusi tersebut tidak bisa diadopsi meski menghasilkan suara mutlak.
Mansour mengatakan bahwa dia berharap akan ada "dukungan yang luar biasa" di Majelis Umum untuk resolusi tersebut. Pemungutan suara semacam itu tidak mengikat, namun membawa bobot politik.
BACA JUGA: PM Israel Berterima Kasih Atas Veto AS Soal Resolusi Yerusalem
Di bawah resolusi 1950, sebuah sesi khusus darurat dapat diminta agar Majelis Umum mempertimbangkan masalah dengan maksud untuk memberikan rekomendasi yang sesuai kepada anggota untuk tindakan bersama, jika Dewan Keamanan gagal untuk bertindak.