Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Ini Solusi KPAI Agar Buku Pelajaran Berkonten LGBT Tak Terulang

Odia Rogata , Jurnalis-Kamis, 28 Desember 2017 |19:45 WIB
Ini Solusi KPAI Agar Buku Pelajaran Berkonten LGBT Tak Terulang
KPAI.
A
A
A

JAKARTA - Banyaknya buku pelajaran anak bermasalah membuat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) resah dan mendorong pemerintah segera membentuk 'badan perbukuan nasional'. Hal itu bertujuan agar Indonesia memiliki sistem kontrol buku yang beredar.

KPAI menjelaskan, dibentuknya badan ini bukan untuk membatasi kreatifitas penulis, melainkan agar buku yang diterbitkan semangatnya sesuai dengan nilai keadaban dan nilai kepatutan di Indonesia.

“Karena sebulan terakhir KPAI menerima begitu banyak buku yang tidak patut,” kata Komisaris Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyar di kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/12/2017).

Sebenarnya, regulasi terkait perbukuan telah mengatur bagaimana buku-buku yang beredar terjamin kualitasnya. Hanya saja, peraturan belum menyasar buku-buku di luar kurikulum.

Pusat perbukuan yang awalnya berdiri sendiri di kementerian kemudian digabung dengan kurikulum menjadi Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) yang didasarkan pada prinsip bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hanya ingin mengawasi buku-buku pelajaran saja. Hal ini membuat bingung KPAI mengenai sanksi kepada penerbit yang bukunya tidak layak diterbitkan.

(Baca juga: Kak Seto: LGBT Tak Kalah Dahsyat dengan Kekerasan yang Berdarah-darah)

“Jangankan buku umum di luar pelajaran, buku pelajaran saja banyak 'bolong'-nya,” kata Retno.

Retno mengatakan, Kemendikbud sebaiknya melakukan evaluasi dan memisahkan kembali pusat perbukuan dengan kurikulum. “Biarlah kurikulum konsentrasi pada pembenahan kurikulum dan pusat perbukuan berpusat pada pembenahan buk,  termasuk buku pelajaran yang dikeluarkan oleh penerbit swasta ataupun penerbit pemerintah sendiri,” tambah Retno.

Buku-buku yang sudah dilaporkan ke KPAI antara lain buku untuk balita yang diterbitkan oleh Pustaka Widyatama berjudul “Balita Langsung Lancar Membaca”.

Buku yang ditulis oleh Intan Noviana dengan metode Belajar Sambil Bermain (BSB) itu diduga berisi konten lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Ketua KPAI Susanto mengutip konten dalam buku, yakni kalimat "Opa bisa menjadi waria", "Fafa merasa dia wanita" dan "Ada waria suka wanita".

Sebelumnya, juga beredar juga buku Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas VI Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan Penerbit Yudhistira dan Intan Parawira yang berisi materi Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Dalam hal ini Kemendikbud mengatakan bahwa buku tersebut di luar pengawasannya karena bukan termasuk buku kurikulum.

“Sebaiknya Pusat Kurikulum dan Perbukuan dipisahkan saja karena dua tahun terakhir ini laporan yang terkait dengan buku-buku pelajaran yang tidak berkualitas begitu sering,” ujar Retno.

JAKARTA-Banyaknya buku ajar anak yang dilaporkan memiliki masalah membuat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pemerintah untuk segera membentuk Badan Perbukuan Nasional. Hal ini bertujuan agar Indonesia memiliki sistem kontrol buku yang beredar.

KPAI menjelaskan bahwa dibentuknya Badan Perbukuan Nasional bukan berarti membatasi kreatifitas penulis melainkan agar buku yang diterbitkan semangatnya sesuai dengan nilai keadaban dan nilai kepatutan sebagaimana regulasi yanga ada di Indonesia.

“Karena sebulan terakhir KPAI menerima begitu banyak buku yang tidak patut,” kata Komisaris Bidang Pendidikan Retno Listyar di kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/12/2017).

Sebenarnya, undang-undang sistem perbukuan telah mengatur bagaimana buku-buku yang beredar terjamin kualitasnya, namun belum memandatkan buku-buku selain kurikulum dengan pusat perbukuan nasional.

Pusat perbukuan yang awalnya berdiri sendiri di kementerian kemudian digabung dengan kurikulum menjadi Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) yang didasarkan pada prinsip bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hanya ingin mengawasi buku-buku pelajaran saja. Hal ini membuat bingung KPAI mengenai sanksi kepada penerbit yang bukunya tidak layak diterbitkan.

“Jangankan buku umum diluar pelajaran, buku pelajaran saja banyak bolongnya,” kata Retno.

Retno mengatakan bahwa Kemendikbud sebaiknya dapat mengevaluasi untuk memisahkan kembali antara pusat perbukuan dengan kurikulum. “Biarlah kurikulum konsentrasi pada pembenahan kurikulum dan pusat perbukuan berpusat pada pembenahan buku termasuk buku pelajaran yang dikeluarkan oleh penerbit swasta ataupun penerbit pemerintah sendiri,” tambah Retno.

Buku-buku yang sudah dilaporkan ke KPAI antara lain buku untuk balita yang diterbitkan oleh Pustaka Widyatama berjudul “Balita Langsung Lancar Membaca”.

Buku yang ditulis oleh Intan Noviana dengan metode Belajar Sambil Bermain (BSB) itu diduga berisi konte lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Ketua KPAI Susanto mengutip konten dalam buku, yakni kalimat "Opa bisa menjadi waria", "Fafa merasa dia wanita" dan "Ada waria suka wanita".

Sebelumnya, beredar juga buku Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas VI Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan Penerbit Yudhistira dan Intan Parawira yang berisi materi Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Dalam hal ini Kemendikbud mengatakan bahwa buku tersebut diluar pengawasannya karena bukan termasuk buku kurikulum.

“Sebaiknya Pusat Kurikulum dan Perbukuan dipisahkan saja karena dua tahun terakhir ini laporan yang terkait dengan buku-buku pelajaran yang tidak berkualitas begitu sering,” ujar Retno

(Qur'anul Hidayat)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement