Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sepenggal Cerita Desa Tertinggal yang Dijaga Harimau

Demon Fajri , Jurnalis-Selasa, 23 Januari 2018 |13:22 WIB
Sepenggal Cerita Desa Tertinggal yang Dijaga Harimau
Desa Sekalak, konon dijaga oleh manusia berwujud harimau (Foto: Demon/Okezone)
A
A
A

BENGKULU - Desa Sekalak Kecamatan Seluma Utara, merupakan salah satu dari sekian desa tertinggal di Provinsi Bengkulu. Terletak di 30 kilometer dari pusat Kota Bengkulu, desa ini bisa dijangkau sekira tiga jam perjalanan darat.

Untuk tiba di desa yang didiami 215 kepala keluarga (KK) itu bukanlah perkara mudah. Pasalnya, sebelum sampai ke tempat tujuan, ada jalan setapak milik salah satu perusahaan tambang batubara "emas hitam", tepatnya di pertigaan Desa Lunjuk Kecamatan Seluma Barat.

Dari Desa Lunjuk, perjalanan masih harus memakan waktu sekira satu jam untuk tiba di simpang Desa Sekalak yang dihuni 753 jiwa itu. Bebatuan terjal, jalan menanjak dengan kemiringan mencapai 60 derajat jadi tantangan tersendiri untuk mencapai desa tersebut, belum lagi adanya mobil-mobil besar milik perusahaan tambang yang menyebarkan debu hingga pasir yang memekakan mata.

Desa Sekalak sendiri berada di antara perbukitan dan lembah di hutan produksi terbatas (HPT) bukit badas dan hutan lindung. Perlu kembali masuk sekira 1,5 km dari simpang jalan, untuk tiba di pusat desa yang mayoritas pekebun kopi dan petani sawah itu.

Jalan yang berstuktur tanah kuning bercampur batu koral, sangat sulit dilalui kendaraan ketika hujan tiba. Ditambah tanjakan dengan kemiringan sekira 45 hingga 60 derajat membuat jalan desa tersebut sulit dilalui kendaraan umum. Perlu kendaraan modifikasi untuk sampai ke lokasi tujuan.

Setelah perjalanan sekira 3 jam yang membuat perut 'diayun-ayun' gelombang jalan. Perjalanan pun tiba di desa yang dipimpin Sudarmono selaku kepala desa (Kades) Sekalak. Desa dengan luas sekira 139 hektare (Ha) ini masih tertinggal. Tidak ada aliran listrik, rumah pun jauh dari kata mewah.

Konon, desa ini dijaga sosok manusia jelmaan harimau. Mitos tersebut dipercaya masyarakat sebagai nenek moyang. Puyang Tingkis namanya.

"Kami masih menggunakan tenaga surya. Nyalanya saat malam," kata Sudarmono, Kades Sekalak.

Malam itu, cuaca cerah menyelimuti Desa Sekalak. Satu per satu masyarakat berdatangan di rumah kades Sudarmono. Kedatangan mereka untuk menyerahkan persyaratan pemasangan jaringan aliran listrik.

Tidak kurang dari sepuluh orang duduk secara melingkar, menggunakan kursi plastik. Ada juga duduk di kursi panjang. Mereka berbincang menggunakan bahasa daerah, Melayu tepatnya. Sesekali menuangkan air kopi dan teh dari teko ke dalam gelas yang disiapkan istri Sudarmono.

Tak lama berselang, sosok pria uzur tiba di rumah perangkat desa ini. Bawaannya santai. Mengenakan kain dan duduk di kursi kayu. Dia masih terlihat gagah. Safri namanya. Anggota badan musyawarah adat (BMA) Desa Sekalak.

Rambutnya memutih. Pria ini salah satu orang tertua di desa yang dipimpin Sudarmono. Dia hanya bisa menggunakan bahasa daerah. Safri mengetahui cerita Puyang Tingkis, nenek moyang warga yang didiami 253 kepala keluarga (KK) ini.

Nama Tingkis diambil dari ibu jari kaki yang hilang. Ibu jari sebelah kiri bagian belakang persisnya. Sehingga nama itu melekat pada Puyang Tingkis. Konon, Puyang Baju Lantung (Nama Asli dari Puyang Tingkis) tinggal bersama istri-nya di desa ini.

Dikisahkan, beberapa tahun menjalankan batera rumah tangga. Pasangan suami istri (Pasutri) ini belum dikaruniai buah hati. Sehingga Puyang Tingkis bernazar. Memandikan anaknya dengan mata dari ikan putih sebanyak satu guci.

Saat bernazar dirinya tidak mengetahui, sang istri sedang hamil. Nazar pun harus dibayar. Usai istrinya melahirkan. Dia mulai mencari ikan putih dari muara aliran Sungai Sekalak hingga Sungai Ulu Tulung, Bukit Gasing.

Setiap hari, Puyang Baju Lantung mencari ikan putih, yang konon ada di Sungai Sekalak. Dia mencari ikan dengan alat tangkap tradisional, sekalak atau bubu yang terbuat dari bambu berbentuk bulat memanjang seperti guci.

Pencarian ikan itu guna mengambil mata ikan putih. Untuk memandikan anaknya. Namun, pengumpulan mata ikan itu tidak sampai satu guci. Belum terkumpul satu guci, mata ikan sudah membusuk.

Sehingga, Puyang Baju Lantung membuang mata ikan dan memasang bubu kembali. Hari demi hari, bulan terus berganti. Begitu juga tahun. Mata ikan putih belum terkumpul. Pada suatu ketika, saat mencari ikan, ibu jari kaki Puyang Baju Lantung sebelah kiri putus. Konon, putus ibu jarinya karena terhimpit batu.

"Ibu jarinya putus terhimpit batu saat mencari ikan putih di sungai. Makanya, namanya Tingkis," cerita Safri, sembari mengingat cerita terdahulu.

Puyang Tingkis atau Puyang Baju Lantung tak kunjung pulang ke rumah. Anaknya bahkan sudah tumbuh dewasa. Dia terus mencari ikan putih, untuk mengambil matanya hingga satu guci. Bertahun-tahun mencari ikan. Mata ikan itu tak terkumpul.

Tumbuh dewasa membuat anak Puyang Tingkis bertanya tentang keberadaan ayahnya. Istri Puyang Tingkis memberi tahu jika ayahnya ada di aliran Sungai Sekalak, mencari ikan.

Anak Puyang Tingkis yang berniat mencari ayahnya, pulang ke rumah dan bercerita kepada ibunya jika ia mendengar kabar ayahnya sudah menjelma menjadi harimau. Namun, Puyang Tingkis tetap bertahan di sekitar Sungai Sekalak. Sebab, dia belum berhasil mengumpulkan satu guci mata ikan putih, sesuai dengan niatnya.

Anaknya pun bergegas mencari keberadaan ayahnya. Anaknya menemukan sosok ayah yang sudah menjelma menjadi seekor harimau. Berada di pondok yang terbuat dari batu berbentuk lobang berukuran sekira 5 meter di tepian Sungai Sekalak.

Pondok Sang Puyang Tingkis hingga kini masih kokoh. Tetap utuh. Ada tiang di bagian depan. Pondok itu terbuat dari batu sungai berukuran besar. Ada pintu masuk di bagian belakang. Sisi kiri dan kanan. Pondok itu berbatasan langsung dengan aliran sungai. Di dalam lobang berukuran besar terdapat bantal.

Di depan pondok batu itu ada kolam. Konon, kolam dari air aliran Sungai Sekalak itu menjadi tempat mandi Puyang Tingkis. Diameter kolam itu cukup besar. Sekira 20 meter. Kedalamannya sekira 2 meter.

Konon, Puyang Tingkis sering mandi di aliran sungai yang berbentuk mirip kolam itu. Sisa-sisa jejak kakinya sering terlihat. Kehadirannya ditandai jejak telapak kaki dengan belakang jarinya hilang satu. Hanya ada empat jari.

Dari cerita masyarakat setempat, banyak bulu harimau yang tertinggal dalam pondok batu tersebut selama puluhan tahun. Namun sekarang, bulu tersebut sudah jarang terlihat. Masyarakat pun percaya bahwa bulu tersebut milikik Puyang Tingkis saat mampir ke persinggahannya di pondok batu.

"Saat ketemu, Puyang Tingkis sudah menjelma menjadi harimau," ingat Safri, mengulas cerita yang dia ketahui.

Ikan Putih Endemik Sungai Sekalak Mulai Punah

Tidak hanya pondok batu di tepi sungai yang jadi bukti leluhur Puyang Tingkis. Tradisi sedekah mencari ikan putih di Sungai Sekalak terus digelar masyarakat desa yang mekar tahun 2003 ini. Tradisi itu sebagai cara untuk menghormati peninggalan Puyang Tingkis.

Tujuannya tak lain agar hasil tangkapan ikan putih melimpah. Sedekah kepada ikan putih itu tak lain ikan putih itu sendiri dengan tubuh yang dipanggang sebelah. Ada pula rokok daun gambir, segumpal nasi, dan alat tangkap tradisional yakni jala.

Namun, setelah masyarakat mendapatkan hasil tangkapan melimpah. Satu atau dua ekor mesti dibuang ke bagian hutan di sekitar aliran sungai atau tepi sungai sebagai syaratnya. Tradisi itu hingga kini dipercaya masyarakat.

"Kalau dapat ikan banyak, satu atau dua ekor ikan hasil tangkapan harus dibuang ke arah hutan atau tepi sungai," sampai Safri (80), warga yang dituakan masyarakat Desa Sekalak.

Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan ikan putih di aliran sungai sekalak mulai punah. Kondisi itu ditandai dengan masuknya salah satu perusahaan tambang batubara di wilayah itu.

Sisa-sisa kerikil batu bara, berbagai ukuran tercecer di sepanjang aliran sungai. Kedalaman air pun semakin dangkal. Diduga disebabkan pembuangan limbah dari perusahaan "emas hitam'. Tak ayal, endemik ikan putih pun berkurang.

Lumut di sekitar aliran sungai sebagai makanan ikan putih ikut terkikis dan berkurang. Diduga sungai mulai tercemar atas aktivitas tambang. Akibatnya, masyarakat kesulitan mencari ikan putih di sepanjang aliran Sungai Sekalak.

"Ikan putih tinggal sedikit," ungkap Safri.

Masyarakat setempat pun berharap, perusahaan tidak membuang limbah batubara ke aliran sungai. Sehingga tradisi dan kearifan lokal asli desa tetap terjaga. Hal tersebut tentunya juga menjadi perhatian pemerintah daerah.

"Jika terus menerus, maka aliran sungai akan dangkal. Keberadaan ikan putih akan hilang," sampai Kades Sekalak, Sudarmono.

Pemerintah Jaga Kearifan Lokal Desa Sekalak

Untuk mempertahankan kearifan lokal masyarakat Desa Sekalak. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu, siap memberikan teguran jika perusahaan melanggar aturan. Bentuknya, pengawasan langsung dari Kementerian ESDM melalui inspektur tambang. Di Bengkulu, ada 29 inspektur tambang. Dua diantaranya sudah diangkat.

"Pengawasan sudah menjadi kewenangan pusat. Kalau ada laporan kita sikapi dan turun ke lapangan," sampai Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, Ahyan Endu.

Kawasan Desa Sekalak Kecamatan Seluma Utara merupakan kawasan jelajah Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae). Pembukaan area tambang batubara juga mempengaruhi habitat harimau. Di mana makanan harimau semisal kancil, kijang hingga ikan menjadi hilang. Sehingga kondisi tersebut mesti tetap dijaga. Sehingga keberadaan harimau tetap terjaga.

"Di sana (Desa Sekalak) wilayah jelajah harimau," kata Kasubag TU BKSDA Wilayah Bengkulu, Mahmud.

Desa yang mekar tahun 2003 itu masuk dalam kawasan Balai Bukit Rejang Selatan (BBRS), yang menjadi wilayah jejalah Harimau Sumatera. Ancaman keberadaan harimau tidak serta merta adanya aktivitas tambang. Melainkan adanya pemburuan. Namun, secara tidak langsung, adanya tambang batu bara mempengaruhi kawasan harimau.

"Harimau di BBRS masuk katagori sedang. Sebab, di wilayah itu ada kurang dari 70 individu Harimau Sumatera," kata perwakilan Forum Harimau Kita wilayah Bengkulu, Erni Suyanti Musabine.

(Khafid Mardiyansyah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement