RIYADH – Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman mengatakan, orang-orang Israel berhak untuk tinggal secara damai di tanah mereka sendiri. Pernyataan itu dikutip oleh majalah terbitan Amerika Serikat (AS), The Atlantic, dalam edisi Senin 2 April.
“Saya yakin orang-orang Palestina dan Israel sama-sama memiliki hak untuk tinggal di tanah mereka masing-masing. Tetapi kita harus memiliki perjanjian damai guna memastikan stabilitas untuk semua orang serta relasi yang normal,” ujar Pangeran Mohammed, dinukil dari Reuters, Selasa (3/4/2018).
Pernyataan tersebut mengindikasikan adanya peningkatan hubungan antara Arab Saudi dengan Israel. Hingga saat ini, Arab Saudi belum mengakui secara resmi negara Israel. Akan tetapi, normalisasi hubungan kedua negara tergantung pada sikap Israel untuk meninggalkan tanah suku Arab yang mereka tempati sejak Perang Timur Tengah 1967, wilayah yang dikehendaki Palestina sebagai negara merdeka.
BACA JUGA: 5 Titik Penting Yerusalem, Kota Suci yang Diperebutkan Israel-Palestina
“Kami khawatir mengenai nasib Masjidil Aqsa di Yerusalem dan mengenai hak-hak warga Palestina. Itu masalah kami. Kami tidak memiliki keberatan terhadap orang lain,” imbuh pria yang akrab disapa MBS itu.
“Ada banyak kepentingan bersama dengan Israel dan jika ada perdamaian, maka akan lebih banyak kepentingan bersama antara Israel dengan negara-negara anggota Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk,” urai pria berusia 32 tahun itu.
Sebagai informasi, Arab Saudi memiliki musuh besar di kawasan Timur Tengah, yakni Iran. Peningkatan ketegangan antara Riyadh dan Teheran memicu spekulasi bahwa benturan kepentingan mungkin saja mendorong kerjasama antara Israel dengan Arab Saudi mengingat keduanya sama-sama memandang Iran sebagai ancaman di kawasan Timur Tengah.
BACA JUGA: Pemerintah AS Resmi Umumkan Status Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel
Arab Saudi baru saja membuka wilayah udaranya untuk dilintasi pesawat-pesawat maskapai komersial Israel pada Februari lalu. Sementara pada November 2017, seorang anggota kabinet Israel mengungkapkan adanya kontak diam-diam dengan Arab Saudi.
Negara Kerajaan itu mengecam pernyataan Amerika Serikat (AS) yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada Desember 2017. Akan tetapi, sejumlah pejabat pemerintahan Arab Saudi menuturkan, Riyadh pada saat itu memilih untuk mendukung strategi Negeri Paman Sam terkait rancangan tahap awal perdamaian antara Israel dengan Palestina.
(Wikanto Arungbudoyo)