BLORA - Tak perlu menunggu menjadi kaya, jika ingin membantu kepada sesama. Sebuah sekolah untuk anak difabel didirikan oleh warga biasa yang hidupnya sangat sederhana. Semuanya bersumber dari niat dan keikhlasan hati untuk mewujudkannya.
Hal itu ditunjukkan oleh pasangan suami istri (pasutri) Suharyanto (34) dan Sutiah (36) asal Randublatung Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora.
Pasutri yang sehari-hari berjualan es dan mie ayam dengan penghasilan yang diperoleh tidak seberapa dan hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun tekad keduanya luar biasa dan sangat mulia, keinginannya kuat untuk membantu sesamanya yang memiliki keterbatasan.
Tanpa melihat kondisi keuangan yang pas-pasan mereka merelakan ruang tamu mungil di rumahnya dijadikan tempat ruang belajar untuk 24 anak berkebutuhan khusus.
Bahkan rumah tempat anak berkebutuhan khusus itu menimba ilmu juga bukan milik Haryanto. Rumah itu milik kakaknya dan selama ini, pasutri menumpang di rumah tersebut.
Menurut Haryanto, sudah lebih dadi tiga bukan lamanya sekolah khusus difabel dibuka di rumahnya. Karena minimnya dana mereka hanya mampu menyediakan satu guru yang harus mengajar 24 anak berkebutuhan khusus.

Waktu belajarnya juga tidak setiap hari, hanya dua hari dalam seminggu. Yakni hari Sabtu sejak pukul 11.00 - 13.00 WIB dan Minggu pukul 08.00 - 12.00 WIB.
Untuk operasional sekolah tanpa nama ini dirinya menggunakan uang pribadi. Mereka yang bersekolah di rumahnya tidak dipungut biaya alias gratis. Hingga ada salah satu guru pendamping difebel yang rela luangkan waktunya untuk mengajar meski hanya dua kali seminggu.
"Saya berterima kasih, guru ini hanya diberikan uang transport Rp 10 ribu per pertemuan," aku Haryanto saat bertemu Gubernur Jateng nonaktif Ganjar Pranowo, Selasa (24/4/2018).
Kepada Ganjar yang berkunjung ke rumahnya, Haryanto berkisah awalnya dirinya hanya memfasilitasi pendidikan untuk putranya Rizky Pratama Putra (8) seorang anak berkebutuhan khusus yang merupakan anak autis. Dirinya dengan ekonomi pas-pasan merasa kesulitan untuk mencarikan pendidikan khusus untuk buah hatinya.

Wilayah Blora Selatan, jelas Haryanto belum banyak sekolah untuk difabel, tidak ada sekolah luar biasa atau SLB, makanya anak difabel kesulitan belajar. Ada beberapar yang dititipkan di sekolah inklusi tapi jumlahnya tidak bisa menampung banyak.
"Karena itu saya berinisiatif membuat sekolah sendiri, dengan segala keterbatasannya," jelas Haryanto.
Haryanto meminta kepad calon gubernur Jawa Tengah nomor urut satu ini agar lebih memperhatikan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Harapannya bisa dibangun SLB di Randublatung, agar dirinya dan juga orang tua lain yang memiliki anak berkebutuhan khusus tidak kerepotan untuk memberikan pendidikan pada anaknya.
"Harapan kami anak-anak kebutuhan khusus dapat pendidikan baik inklusi maupun SLB dengan fasilitas yang baik," tuturnya.
Melihat kondisi tersebut, Ganjar berupaya membantu dan akan sampaikan pada dinas pendidikan agar dilakukan pengkajian pendirian SLB di Blora bagian selatan, karena SLB menjadi kewenangan Propinsi Nanti akan dikaji terlebih dahulu.
"Jika hasil kajiannya memang dibutuhkan akan dibuat, jika tidak maka bisa memaksimalkan sekolah negeri untuk jadi inklusi," ucap Ganjar.
Kepada Haryanto Ganjar berpesan agar membuat usulan pengajuan bantuan sarana belajar mengajar untuk difabel agar proses belajar mengajar mereka bisa maksimal.
"Niat tulus pak Antok harus didukung warga sekitar, ada banyak cara untuk mendapat bantuan selain pemerintah bisa dari perusahaan lewat CSR atau crowdfunding," pungkasnya.
(Mufrod)