PALEMBANG - Pembongkaran pasar Cinde yang merupakan cagar budaya Kota Palembang dengan alasan revitalisasi pada awal September 2017 lalu sangat disayangkan. Pembongkaran Pasar Cinde ini diduga sudah melanggar undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.
Pasaran Cinde sendiri dibangun pada 1958. Arsitek yang mendesain pasar Cinde ini yakni Thomas Karsten, dengan struktur utama memakai kontruksi cendawan seperti Pasar Djohar di Semarang. Pasar ini telah menjadi ikon yang memberikan identitas masyarakat dan Kota Palembang seperti halnya jembatan Ampera dan Sungai Musi.
Pasar Cinde terdaftar dalam Objek Registrasi Nasional Cagar Budaya dengan Nomor ID Pendaftaran Objek PO2016063000005 tanggal 30 Juni 2016. Dengan adanya undang-undang dan teregistrasinya pasar Cinde sebagai Cagar Budaya tidak sepatutnya Pasar ini dibongkar serta dilakukan pembiaran oleh Pemerintah Kota Palembang saat itu.
Calon Walikota Palembang nomor urut 2 Sarimuda mengatakan dengan slogan Palembang Gemilang Darussalam nantinya dapat menciptakan masyarakat yang religius dan berbudaya. Ke depan situs bersejarah, cagar budaya, museum, kesenian tradisional, akan menjadi fokus untuk kita benahi oleh Sarimuda-Abdul Rozak.
Pasar Cinde (Foto: Ist)
"Karena itulah yang menjadi identitas kota Palembang sesungguhnya. Melalui perjalanan panjang bagaimana budaya itu terbentuk seperti dari Timur Tengah, China, Sriwijaya dan yang lain sehingga menjadi identitas lokal kota Palembang. Tidak akan ada lagi yang namanya pembongkaran cagar budaya seperti pasar cinde," tegas Sarimuda yang didukung oleh Partai Perindo ini.
"Karena kalau di luar negeri mereka justru berlomba lomba mencari cagar budaya yang tersisa karena itu tak ternilai harganya dan bisa menjadi aset pariwisata yang baik. Kami juga bercita-cita Palembang harus punya museum yang berstandar Internasional sehingga setiap orang yang datang akan paham tentang palembang," lanjut Sarimuda.
Alasan akan dibangunnya museum berstandar Internasional menurut Sarimuda selain untuk melindungi cagar budaya yang ada di Kota Palembang juga akan menjadi pusat untuk menarik wisatawan jika berkunjung ke Kota Palembang dengan mencoba memakai pakaian adat Palembang atau sekedar untuk mengetahui kebudayaan Palembang Gemilang Darussalam.
"Kalau kita ke luar negeri kemana kita pertama kali berkunjung? Pasti ke museum atau tempat bersejarah di negara tersebut. Kenapa itu tidak kita lakukan di sini. Buat para turis bangga ketika menggunakan baju adat Palembang dan mengunggahnya ke media sosial. Seperti halnya kita bangga jika memakai kimono ketika berlibur di Jepang dan sebagainya," jelas Sarimuda.
"Kita harus menampilkan tarian dan musik kita kepada turis kita bikin seperti teater terbuka layaknya agenda wajib kita ketika ke bali menonton tari Kecak. Sekali lagi kita harus bangga dengan budaya kita dan itu yang harus kita jaga bahkan kembangkan untuk mendukung palembang sebagai kota pariwisata yang mengutamakan kearifan lokal," tutup Sarimuda.
(Khafid Mardiyansyah)