Saat Soeharto dan Soekarno Berebut Sang Saka Merah Putih
Pergantian kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto pada 7 Maret 1967 diwarnai dengan penahanan sang proklamator oleh Presiden kedua Indonesia tersebut. Dengan ditahannya Soekarno itu, terjadi drama di dunia politik Tanah Air.
Ketika Soeharto hendak menjadi inspektur upacara pengibaran bendera untuk pertama kalinya pada 17 Agustus 1967 di Istana Negara, Jakarta, muncul sebuah masalah, yakni bendera pusaka tak ditemukan keberadaannya.
Akhirnya seorang ajudan Soeharto yang bernama Letjen TNI Maraden Panggabean berinisiatif menemui Soekarno di Istana Bogor yang saat itu sedang berstatus tahanan rumah. Ketika bertemu, mereka sempat adu argumen. Meski akhirnya, Soekarno menunjukkan sikap kenegarawanannya dengan memberitahu lokasi persembunyian bendera pusaka tersebut.
Esok harinya, Panggabean dan Soekarno berangkat ke tempat disimpannya Sang Saka yang berada di ruangan bawah tanah Monumen Nasional (Monas). Setelah melewati negosiasi yang cukup panjang Bendera Pusaka itu berhasil diambil dari tangan Bung Karno.

Andi menyebut pada zaman pemerintahan Orde Baru (Orba), kerap kali ada usaha untuk menghilangkan Soekarnois dalam peristiwa sejarah kemerdekaan Indonesia.
"Ini dugaan saya. Peran Soekarno dan Bu Fatmawati. Jadi, itu juga semacam diragukan pada masa Orba, sehingga ada ingin menghilangkan peran Soekarnois," kata Andi.
Setelah itu Bendera Merah Putih disemayamkan di Monas karena dinilai kainnya sudah lusuh dan takut merusak lambang negara. Akhirnya, sejak medio 1968, yang dikibarkan adalah duplikat bendera pusaka.
Pada 5 Agustus 1969, Soeharto memberikan duplikatnya dan reproduksi naskah Proklamasi kepada gubernur seluruh Indonesia untuk dikibarkan pada setiap upacara peringatan kemerdekaan.
Aturan Penggunaan Bendera Merah Putih
Sebagai sebuah lambang negara, penggunaan Bendera Merah Putih diatur dalam Pasal 68 Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, serta Pasal 154 huruf (a) KUHP.
Berdasarkan regulasi ini, bendera merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara.
Pengaturan bendera sebagai simbol identitas bangsa dan negara dilaksanakan berdasarkan asas-asas tertentu, seperti yang termaktub pada Pasal 2 UU No 24 Tahun 2009 tersebut. Misalnya, pengaturan bendera harus berdasarkan asas persatuan, kedaulatan, kehormatan, kebangsaan, kebinnekaan, ketertiban, kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, serta keselarasan.
Pada dasarnya, UU ini diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah terkait praktik penetapan dan tata cara penggunaannya, termasuk di dalamnya diatur ketentuan pidana bagi siapa saja yang secara sengaja melecehkan simbol negara. Tak hanya itu, soal ukuran bendera pun tidak boleh sembarangan karena spesifikasinya sudah diatur secara detail.