JAKARTA – Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan sejumlah kepala dinas Pemkab Bekasi diduga dijanjikan uang suap sebesar Rp13 miliar untuk mengurus perizinan proyek pembangunan Meikarta dari Lippo Group.
"Pemberian dalam perkara ini diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar melalui sejumlah dinas," kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarief di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (15/10/2018).
Uang sebesar Rp13 miliar tersebut diduga merupakan komitmen fee fase pertama. Namun, Bupati Neneng diduga baru menerima sekira Rp7 miliar dari Lippo Group melalui sejumlah kepala dinas.
"Diduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu: pemberian pada bulan April, Mei, Juni 2018," terangnya.
Syarief membeberkan ada tiga fase pengurusan izin lahan untuk proyek Meikarta. Fase pertama untuk lahan 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga untuk lahan seluas 101,5 hektare.
"Diduga pemberian suap terkait dengan izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare uang dibagi dalam tiga fase," terangnya.
Baca: Tina Toon" Jadi Kata Ganti Nama Pejabat yang Terseret Kasus Suap OTT di Bekasi
Baca: Pasca OTT KPK, Proyek PUPR di Bekasi Bakal Mandek
KPK sendiri telah menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022, Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Billy, Taryadi, Fitra dan Henry Jasmen disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara yang diduga menerima suap, Neneng, Jamaludin, Sahat, Dewi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Neneng mendapat pasal tambahan yakni diduga penerima gratifikasi dan disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Rachmat Fahzry)