MARAKNYA kasus kejahatan yang melibatkan anak karena penyalahgunaan gadget menjadi sorotan. Betapa tidak, jumlahnya saban hari kian meningkat. Padahal, orangtua sudah melakukan pengawasan terhadap anak pemegang gawai tersebut. Dalam konteks kasus kejahatan yang terjadi, anak bisa menjadi korban ataupun pelaku.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid berujar, pembatasan penggunaan gadget bagi anak sudah diterapkan di beberapa negara maju. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya hal-hal negatif yang berdampak pada anak. Apalagi, saat ini jendela informasi semakin terbuka lebar berkat adanya gawai.
"Di beberapa negara maju sudah ada pembatasan-pembatasan. Bill Gates sendiri pernah mengatakan harus ada pengaturan (penggunaan gawai)," ucap Sodik saat berbincang dengan Okezone belum lama ini.
Kendati demikian, Sodik mengakui bahwa kemajuan teknologi informasi yang termanifestasi dalam handphone tak melulu menghadirkan efek negatif. Sisi positif penggunaan gawai bagi anak ialah menambah ilmu pengetahuan dan memberi kemudahan, karena luasnya jendela informasi.
Namun, yang bikin mengelus dada ialah sisi negatif yang timbul akibat penyalahgunaan pemakaian gawai. Tak ayal, di beberapa kesempatan banyak dijumpai anak-anak tampak "menunduk" karena sedang mengakses sesuatu dari handphone yang dimilikinya.
Tak ada percakapan antara satu sama lainnya karena asyik berkutat dengan gadget. Pada sisi lain, banyak dijumpai anak yang keranjingan bermain handphone sehingga tak punya hasrat belajar.
Sodik menyarankan para orangtua lebih berperan aktif memberi edukasi dan batasan pada anak terkait penggunaan handphone. Anak tidak bisa dibiarkan sendiri asyik dengan gawainya, sedangkan pada masa-masa tersebut mereka mesti aktif bersosialisasi dan menyerap ilmu pengetahuan dari interaksi secara langsung.
"Jadi, poinnya adalah harus ada edukasi penggunaan hal itu, jangan bebas," kata politikus Partai Gerindra ini.
Sodik meminta orangtua dapat lebih serius memerhatikan hal ini di tengah kesibukannya masing-masing. Pasalnya, anak merupakan investasi masa depan yang harus dijaga tumbuh kembangnya dengan baik. Jangan sampai karena pengaruh buruk gadget, masa depan sang anak menjadi terbengkalai.
"Sekarang banyak (orangtua) yang sibuk atau pengasuh ingin enteng maka sering kecolongan," ujar Sodik.
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2018, dampak dari akses internet dari gawai yang dilakukan anak, mereka bisa menjadi pelaku maupun korban kejahatan.
Berdasarkan data KPAI 2018 misalnya, anak yang menjadi korban kejahatan seksual online (116 kasus), anak pelaku kejahatan seksual online (96), anak korban pornografi dan media sosial (134), anak pelaku kepemilikan media pornografi (112), anak korban bully di medsos (109), anak pelaku bully di medsos (112).
Sodik mengaku miris melihat hal itu. Sebab, anak berpotensi menjadi pelaku maupun korban dari pada tindakan tak terpuji tersebut. Karenanya Sodik mengimbau agar persoalan penggunaan gadget oleh anak usia dini bisa dijadikan isu nasional untuk mencegah hal-hal buruk terjadi sekaligus memberi edukasi.
"Ini harus menjadi komitmen bersama dengan dijadikan isu nasional melibatkan tokoh, guru, ustaz, orangtua dan lain-lain," tuturnya.
Sejurus dengan itu, dirinya melihat persoalan ini belum perlu diatur dalam sebuah regulasi. Cukup semua pihak berkomitmen memberi edukasi dan pencegahan agar hal-hal buruk tidak terjadi.
(Rizka Diputra)