JAKARTA - Propaganda ala Rusia atau dikenal dengan Firehose of Falsehood dinilai tidak pas digunakan sebagai strategi kampanye pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019. Alasannya, masyarakat kian cerdas memfilter mana informasi berbasis fakta dan kebohongan.
Pengamat Komunikasi dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, mengakui bahwa pabrikasi fitnah, hoax yang dilakukan secara massif akan mempengaruhi masyarakat. Tetapi jika informasi-informasi hoax itu terus terbantahkan, maka publik tidak akan percaya lagi dengan semburan fitnah yang dilancarkan.
“(Informasi hoaks) itu memang akan tertinggal di peta kognisi khalayak dan bisa jadi menimbulkan disonansi kognitif. Ini perlu counter berbasis fakta dan data,” kata Emrus, Jumat (8/2/2019).
Beberapa semburan kebohongan yang terbongkar contohnya adalah kasus Ratna Sarumpaet yang kemudian mengakui bahwa ia berbohong telah dipukuli orang tidak dikenal. Berita hoax lain adalah bergulir mobil Neno Warisman dibakar oleh seseorang, namun klarifikasi Kepolisian memastikan bahwa mobil Neno terbakar karena korsleting pada sistem kelistrikan mobilnya.
Barita lainnya, soal rumah Mardani Ali Sera yang disebut dilempar bom Molotov, namun CCTV rumahnya tidak merekam kejadian tersebut.
Emrus menjelaskan, secara pragmatis dalam politik apa pun bisa dilakukan termasuk melakukan semburan kebohongan. Tetapi dalam konteks komunikasi, kata dia, ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mengembalikan persepsi publik soal kebohongan-kebohongan yang terus dilancarkan.
“Counter berbasis fakta dan pasangan yang menjadi korban semburan fitnah (petahana) harus terus menjadi leading sector dalam memproduksi isu-isu positif,” ujarnya. Isu-isu positif yang menjadi antitesis semburan fitnah itu juga, kata Emrus, harus diamplifikasi melalui media massa dan media sosial.
“Ini untuk menguatkan kembali keyakinan masyarakat yang otaknya sudah teracuni hoax dan kebohongan itu,” sambung dia.
Istilah Propaganda Rusia menjadi polemik seturut pernyataan calon presiden nomor urut 1, Joko Widodo di Surabaya belum lama ini, bahwa ada tim sukses yang menggunakan strategi teknik propaganda firehose of falsehood.
Firehouse of Falsehood merupakan teknik propaganda yang memiliki ciri khas melakukan kebohongan-kebohongan nyata (obvius lies) guna membangun ketakutan publik. Tujuannya untuk mendapatkan keuntungan posisi politik sekaligus menjatuhkan posisi politik lawannya dan dilakukan secara terus menerus.
Istilah Propaganda Rusia ini populer setelah RAND Corporation menerbitkan artikel berjudul The Russian “Firehouse of Falsehood” yang ditulis Christopher Paul dan Miriam Matthews.
"Artinya istilah itu sudah mulai populer sejak tiga tahun yang lalu. Murni istilah dan referensi akademik," kata Juru bicara TKN Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily.
(Angkasa Yudhistira)