Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

19 Tahun Jadi PKL, Slamet Mampu Kuliahkan 2 Anaknya

19 Tahun Jadi PKL, Slamet Mampu Kuliahkan 2 Anaknya
Slamet sudah menjadi PKL selama 19 tahun, dua anaknya pun bisa kuliah atas hasil kerjanya (Foto: Taufik/iNews)
A
A
A

SEMARANG – Pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang trotoar acapkali menjadi persoalan klasik di setiap daerah. Keberadaanya sering dikeluhkan pengguna jalan karena merampas hak pejalan kaki, juga tak jarang menjadi biang kemacetan.

Terlepas dari segala macam keluhan tersebut, mereka menjadi "pahlawan" bagi keluarga masing-masing. Dengan mengandalkan berjualan makanan atau jasa di tepi jalan, pundi-pundi uang berhasil dikumpulkan.

Seperti yang disampaikan Slamet Riyadi (50) yanh sehari-hari berjualan es kelapa muda dan empek-empek di tepi Jalan Singosari Semarang. Dia bersama sejumlah PKL lainnya menggelar dagangan makanan di tenda masing-masing sembari menunggu pelanggan.

“Sudah 19 tahun berjualan di sini, belum pernah pindah. Tiap hari ya menggelar dagangan di sini es degan (kelapa muda) dan empek-empek, pelanggan sudah pada tahu,” kata pria yang akrab disapa Pak Slamet tersebut, Jumat (8/3/2019).

(Baca Juga: PKL Jakarta Boleh Dagang di Mana Saja, Pengamat: Kotanya seperti Tidak Ditata)

Menurutnya, dua jenis makanan yang dijajakannya tak hanya diminati kalangan mahasiswa, tetapi juga beragam kalangan. Tak heran, lapaknya selalu dipenuhi konsumen ketika memasuki jam makan siang atau waktu istirahat bekerja.

“Sekitar sini kan ada beberapa kampus, jadi pelanggan lebih banyak mahasiswa. Meski kalangan umum juga banyak. Siang-siang minum es degan itu kan seger, makanya sini selalu ramai. Harganya terjangkau es degan cukup Rp6 ribu per gelas, terus empek-empek Rp12 ribu per porsi,” ucapnya seraya berpromosi.

Dia beralasan memilih lokasi itu untuk berjualan karena mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempatnya juga relatif strategis karena mudah terlihat oleh pengguna jalan. Apalagi, selama berjualan juga tak menemukan kendala berarti.

“Di sini lokasinya bagus. Hasilnya luga lumayan. Bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan biaya anak sekolah. Di sini para pedagang juga baik, persaingan sangat sehat,” tuturnya.

Bapak dua anak itu mengaku mulai menggelar dagangannya pukul 10.00 WIB, dan tutup pukul 16.00 WIB. Setiap berdagang dia juga ditemani keluarganya. Tak jarang, anaknya yang kini kuliah di Universitas Diponegoro (Undip) juga turut melayani konsumen.

“Alhamdulillah, dari berjualan ini bisa menyekolahkan anak-anak. Anak yang pertama sekarang sudah bekerja, yang kedua masih kuliah di Undip. Saya sangat mensyukuri pekerjaan berdagang ini,” ujarnya bangga.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement