JAKARTA – Serangan terus menerus yang dilancarkan kelompok tertentu ke penyelenggara dan pengawas Pemilu ternyata cukup berpengaruh terhadap persepsi publik. Sedikitnya 13 persen warga yang memiliki hak pilih percaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak netral di Pemilu 2019.
Hal itu terungkap berdasarkan hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan pada 24-31 Januari 2019 dengan 1.426 responden di seluruh Indonesia dan tingkat kepercayaan 95 persen.
"Yang negatif terhadap KPU dan Bawaslu rata-rata sekitar antara 11-13 persen. Secara khusus, yang menilai KPU tidak netral sebayak 13 persen," kata Direktur Riset SMRC Deni Irvani saat memaparkan hasil surveinya di Kantor SMRC, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/3/2019).
Deni menjelaskan, indikator pertanyaan yang ditanyakan kepada responden apakah mereka percaya KPU dan Bawaslu netral atau tidak?
Hasilnya, 13 persen responden percaya KPU tidak netral. Kemudian, 56 persen menyatakan tidak percaya. "Sedangkan 32 persen tidak tahu atau tidak jawab," ujarnya.
Deni mengatakan, 13 persen itu jika diasumsikan dari total pemilih di Pemilu 2019 sebanyak 190 juta-an orang, maka jumlahnya adalah sekitar 25 juta pemilih.
Menurut Deni, jumlah tersebut sangat besar dan berpotensi mempersulit KPU dan Bawaslu jika ada yang memobilisasikan.
"Yang riskan adalah kotak suara dari kardus. Pemilih terbelah antara yang yakin dan tidak yakin bahwa kotak suara itu bisa menjadi sumber kecurangan," ujar dia.
Survei untuk melihat opini publik tersebut menggunakan metode multistage random sampling dengan melibatkan 1.426 responden.
Dilakukan pada 24-31 Januari lalu, responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Margin of error rata-rata dari survei dengan ukuran sampel tersebut sebesar 2,65 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
(Salman Mardira)