Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pelabuhan Ratu Emma Haven di Teluk Bayur, Sudah Jaya Sejak Perang Napoleon

Rus Akbar , Jurnalis-Sabtu, 16 Maret 2019 |14:30 WIB
Pelabuhan Ratu Emma Haven di Teluk Bayur, Sudah Jaya Sejak Perang Napoleon
Pelabuhan Teluk Bayur (Foto: Rus Akbar/Okezone)
A
A
A

PADANG - Surepno (54) duduk menunduk panas di tengah teriknya matahari, tangan kirinya memang alat penampung sampah, sementara tangan kanannya ada sapu lidi. Sesekali menjongkok sambil mengumpulkan biji kakao yang berserakan diatas terpal biru.

Dia hanya memakai rompi warna biru dan kaos kra belang-belang dipadu dengan celana pendek yang sudah kusam. Surepno seorang buruh lepas di pelabuhan Teluk Bayur, Kota Padang, Sumatera Barat, setiap hari dia bekerja mengepul biji kakao yang jatuh dalam karung saat dimuat dalam kapal.

Tapi tidak hanya itu saja, bahan rempah-rempah lain seperti pinang, cengkeh, pala juga ikut dia bersihkan, saat Okezone menyambanginya saat sibuk membersihkan biji kakao itu dengan senyum ramahnya memberikan salam. Wajahnya sudah basah karena keringat, kulitnya kusam akibat debu pelabuhan.

“Ini yang kedua kalinya saya bekerja mengepul biji coklat (kakao), sebelumnya cengkeh, pinang, itukan banyak karung yang bocor itulah yang kita kumpulkan untuk dimuat kembali,” tuturnya.

 Foto: Rus Akbar/Okezone

“Kalau ada barang kita bekerja, kalau tidak ada barang yang dimuat kita kembali sebagai buruh bangunan, saya tinggal di Teluk Bayur sejak tahun 1975, saat itu menumpang sama saudara yang bekerja sebagai tentara angkatan laut,” jelasnya.

Sehari Surepno bekerja di pelabuhan yang pernah jaya di masanya ini mendapatkan uang Rp100 ribu. “Kalau tidak bekerja yang tidak dapat uang, saya kan hanya buru saja di sini, bukan kayak di kantor,” candanya.

Itulah pelabuhan Teluk Bayur yang tenar dilantunkan Erni Djohan dalam judul Teluk Bayur pada tahun 1961, dimana pada saat sebagai sentral transportasi bagi yang ingin merantau ke daerah lain.

Pelabuhan Teluk Bayur sudah beroperasi sejak 1780-an selama Perang Inggris-Belanda namun saat itu tidak seperti pelabuhan, bahkan saat perang Napoleon pelabuhan Teluk Bayur mencapai kejayannya pada tahun 1818.

Karena saat itu pelabuhan Teluk Bayur merupakan pelabuhan tertua kedua setelah Sunda Kelapa, Pelabuhan Teluk Bayur juga merupakan pelabuhan yang terbesar kedua setelah Tanjung Priok. Bahkan pada masa itu, Pelabuhan Teluk Bayur menjadi pusat perdagangan Indonesia ke negara-negara seperti Samudra Hindia, Eropa dan Amerika.

Pelabuhan ini juga pernah mengalami musibah besar diterjang gempa dan tahun 1797 setinggi 5-10 meter diikuti oleh gempa 8,6 SR, menyebabkan kerusakan yang signifikan, bahkan memindahkan kapal layar yang sarat muatan, satu kilometer ke hulu. Pada tahun 1833, gempa bumi besar lainnya menciptakan tsunami setinggi 3-4 meter.

Pelabuhan itu sudah mulai dirintis pada tahun 1850 dengan jalur Batavia-Padang dengan kapal uap saat itu Belanda menilai Padang sangat berpotensi kopi dan rempah-rempah. Pada tahun 1888 pemerintah Belanda membangun pelabuhan tersebut sebagai pelabuhan pusat di Sumatera bagian barat, awalnya dinamai oleh Emmahaven yang di desain oleh J.P.Yzerman.

Nama Emma Haven itu diambil nama seorang ratu di Belanda, yaitu Ratu Emma. ibu dari Ratu Wilhelmina yang berkuasa di Belanda pada saat Perang Dunia I dan II. Ratu Emma meninggal di Den Haag pada tanggal 20 Maret 1934, karena mengalami komplikasi bronkitis pada usia 75 tahun, dan dimakamkan di Delft, Belanda.

Sebelum pembangunan Teluk Bayur itu pelabuhan pertama di Kota Padang ini adalah Pelabuhan Muaro Padang yang berjarak 9 kilometer kearah utara, karena kapasitas yang kurang serta aliran sungai yang dangkal akhirnya memindai pelabuhan tersebut ke Teluk Bayur.

Pembangunan pelabuhan ini menyimpan cerita sedih karena tenaga kerja yang dipekerjakan untuk membangun pelabuhan adalah para pribumi tahanan Belanda yang masa tahanannya lebih dari 5 tahun.

Para tenaga kerja paksa ini bekerja sambil memakai rantai di kedua kaki dan tangannya untuk mencegah agar para tahanan ini tidak kabur. Banyak nyawa yang melayang setiap harinya karena beratnya pekerjaan mereka namun tidak diimbangi dengan pemberian makanan yang cukup.

Kemudian Di 1890 Pelabuhan Ratu Emma itu direnovasi dan baru selesai di 1895. Untuk melancarkan jalur penyaluran rempah-rempah serta tambang, seperti semen dan batu bara pelabuhan tersebut dihubungi oleh rel kereta api. Untuk tambang batu bara di Sawahlunto ada rel kereta api, untuk Semen dari pabril langsung ke Teluk Bayur, sementara untuk transportasi dan rempah-rempah lainya terhubung dengan dengan stasiun kereta api Simpang Haru.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement