KAIRO – Anggota-anggota Liga Arab dilaporkan telah menyetujui kucuran dana sebesar USD100 juta (sekira Rp1,4 triliun) setiap bulannya untuk Otoritas Palestina dalam pertemuan darurat yang digelar di Kairo, Mesir. Dana tersebut ditujukan untuk menutupi kekurangan karena pemotongan pemasukan pajak yang dikumpulkan Israel untuk Otoritas Palestina.
Pada Februari, Israel mengumumkan akan menahan USD138 juta per bulan dari pajak yang dikumpulkan dan seharusnya disalurkan kepada Otoritas Palestina menurut Perjanjian Oslo dari 1993 sampai 1995. Jumlah pajak tersebut mencapai USD1 miliar per tahunnya.
Times of Israel, jumlah tersebut merupakan setengah dari anggaran bulanan Otoritas Palestina dan pemotongan itu dilakukan untuk menutup kerugian dari pembayaran Otoritas Palestina kepada warga Palestina yang dipenjara karena tuduhan terorisme dan kekerasan oleh Israel, dan keluarga para pelaku serangan.
Otoritas Palestina telah memprotes tindakan tersebut dan menolak untuk menerima dana yang dikumpulkan oleh Israel sampai Tel Aviv membayar secara penuh. Akibatnya, banyak gaji karyawan Otoritas Palestina dipotong menjadi setengah pada Maret. Lebih parah lagi, Bank Dunia baru-baru ini memperingatkan tentang kemungkinan krisis ekonomi, jika kesepakatan tidak tercapai.
Menghadapi situasi tersebut, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas meminta bantuan negara-negara sekutu, menegaskan bahwa ada jaring pengaman yang disiapkan. Abbas mengatakan bahwa dia telah menolak tawaran Israel untuk mendiskusikan masalah ini bersama dengan Amerika Serikat (AS).
"Kami telah membayar gaji kepada keluarga tahanan, martir, dan warga Palestina yang terluka sejak 1965. Ini adalah tugas kami untuk merawat keluarga mereka", kata Abbas seperti dikutip oleh The Jerusalem Post.
Sputnik, Senin (22/4/2019) melaporkan, selain menjanjikan bantuan jutaan dolar kepada Palestina, menteri luar negeri Liga Arab dalam deklarasi akhir pertemuan di Mesir menyatakan mengecam setiap rencana perdamaian yang tidak menghormati hak-hak rakyat Palestina. Pernyataan itu diduga merujuk pada rencana perdamaian AS yang disebut sebagai “Kesepakatan Abad Ini” yang menyiratkan mengenai pembentukan negara Palestina di Jalur Gaza.
Deklarasi tersebut dilaporkan menyimpulkan bahwa rencana yang tidak memberikan hak hukum Palestina, tidak akan pernah membawa perdamaian abadi ke wilayah tersebut.
Namun, seorang pejabat dari Fatah mengatakan bahwa ada negara-negara Arab yang menekan Palestina untuk menerima “Kesepakatan Abad Ini” yang ditawarkan Presiden AS Donald Trump.
“Beberapa negara Arab, terutama Arab Saudi, Mesir dan Uni Emirat Arab, sangat tertarik dengan kesepakatan abad ini. Mereka menggunakan segala cara, termasuk pemerasan politik dan keuangan, untuk memaksa Palestina menerima kesepakatan abad ini terlepas dari semua bahaya yang ditimbulkannya bagi perjuangan Palestina, ” kata sumber yang tidak disebutkan namanya itu. Dia mencatat bahwa Otoritas tidak akan tunduk pada tekanan apa pun.
(Rahman Asmardika)