Muqowam menambahkan jika MRT di Indonesia dibandingkan dengan negara lain memang masih jauh, namun jika tolak ukurnya untuk Indonesia maka yang ada sekarang sudah maksimal. Yang perlu diperhatikan, tambah Muqowam, adalah penyesuaian dengan budaya masyarakat Indonesia.
“Tadinya yang mau dipakai model Jepang, tapi karena ada budaya masyarakat dan kebiasaan yang ditemukan di Jakarta, maka harus disesuaikan, kalau copy paste dengan yang di luar negeri dalam beberapa tahap nanti baru bisa sama,” katanya.
Sementara Muhammad Effendi menjelaskan pada 2030, PT MRT Jakarta akan menyelesaikan jalur MRT sepanjang 230 km. Dari sisi operator juga akan menjadi world class operator. Salah satu caranya adalah dengan melakukan benchmark ke berbagai negara seperti Bangkok, Hongkong dan Singapura. "Jadi tidak hanya satu negara, dengan bekal itu kita bisa ambil yang cocok dengan negara kita. Tahun 2023 kita bisa sebanding dengan Singapura", jelasnya.
Effendi menambahkan yang menjadi tantangan terbesar saat ini adalah mengedukasi masyarakat cara men-tap kartu di passenger gate. Bagi penumpang yang belum terbiasa, bisa menyebabkan passenger gate error, sehingga antrian jadi panjang. "Kita harus menambah karyawan di setiap passenger gate, mudah-mudahan 2-3 bulan nanti akan lancar. Tapi kita senang, tugas kita bukan hanya menyediakan transportasi tapi mengedukasi masyarakat," urainya.
Di kesempatan tersebut, Kamaluddin menambahkan informasi bahwa hingga saat ini MRT mampu mengurangi kemacetan hingga 8 persen. "Targetnya bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen. Kita akan tingkatkan dengan integrasi antar moda dan gedung-gedung," pungkasnya. (Adv)
(Abu Sahma Pane)