Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pemerintah Atasi Dampak Perubahan Iklim dengan Pendekatan Ketahanan Nasional

Fahreza Rizky , Jurnalis-Rabu, 02 Oktober 2019 |22:51 WIB
Pemerintah Atasi Dampak Perubahan Iklim dengan Pendekatan Ketahanan Nasional
Ilustrasi Kekeringan (foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan, penanganan pengendalian perubahan iklim Indonesia dilakukan dengan pendekatan Ketahanan Nasional. Hal itu disampaikan pada acara Festival Iklim.

Dia juga memberikan refleksi penanganan perubahan iklim selama 5 tahun ini serta isu lingkungan yang terkait. Dalam kurun 5 tahun terakhir ini, terdapat kejadian bencana terkait iklim ekstrem, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain.

"Kebakaran hutan di Indonesia merupakan salah satu contoh yang masih menjadi keprihatinan, meksipun kondisinya saat ini sudah sangat jauh menurun dibandingkan dengan dua-tiga minggu lalu. Perkembangan serupa juga terjadi di kawasan hutan Amazon serta area hutan dan lahan di negara lain termasuk di Amerika dan Australia," kata Siti, Rabu (2/10/2019).

Baca Juga: BMKG: Puncak Kemarau Agustus-September, Awal Musim Hujan ‎Oktober-November ‎ 

Menurut dia, fenomena yang terjadi saat ini erat kaitannya dengan hasil kajian para ilmuwan yang menyebutkan bahwa salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya kejadian iklim ekstrim, yakni meningkatnya kejadian ENSO (El Nino Southern Oscillation), baik berupa La Nina maupun El Nino.

Ilustrasi (foto: Shutterstock) 

Perubahan iklim dapat meningkatkan frekuensi kejadian La Nina dan El Nino, yang normalnya berulang dalam perioda 5 – 7 tahun menjadi lebih pendek frekuesi kejadiannya setiap 3 – 5 tahun. La Nina dapat menimbulkan dampak berupa banjir akibat curah hujan yang tinggi sementara El Nino menimbulkan dampak berupa kekeringan ekstrem akibat rendahnya curah hujan.

"Kondisi iklim global menunjukkan kondisi atmosfir maupun laut mengalami pemanasan yang menyebabkan keberadaan dan volume salju serta luasan es berkurang drastis, serta mengakibatkan kenaikan muka air laut. Kenaikan muka air laut sejak pertengahan abad 19 jauh lebih besar, dibandingkan dengan laju selama dua milenium sebelumnya frekuensi dan intensitas kejadian curah hujan yang tinggi akan meningkat secara global," urainya.

Kondisi suhu ekstrem, lanjut dia, termasuk hari-hari panas dan gelombang panas menjadi lebih umum terjadi sejak 1950. Trend kekeringan secara global sukar diidentifikasi, namun demikian sejumlah wilayah nampak jelas akan mengalami kekeringan yang lebih parah dan lebih sering. Badai tropis skala 4 dan 5 diperkirakan akan meningkat frekuensinya secara global.

Hal tersebut memberikan dampak cukup serius pada Sumber Daya Air yakni Perubahan iklim selama abad ke-21 diproyeksikan mengurangi sumber daya terbarukan air dan air permukaan secara signifikan di sebagian besar wilayah subtropis kering. Bahkan, diperkirakan tahun 2100 akan terjadi peningkatan peningkatan curah hujan tahunan, kecuali di wilayah Indonesia bagian selatan.

Kejadian iklim ekstrem yang terus berulang dengan luas wilayah terdampak yang semakin menyebar, mengingatkan untuk terus memperkuat upaya pengendalian perubahan iklim sebagaimana tertuang dalam kesepakatan Paris atau Paris Agreement yang ditetapkan di Tahun 2015.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement