JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid menilai Putusan Mahkmah Konstitusi (MK) terkait Perkara Nomor: 35/PUU XVII/2018, soal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai organisasi tunggal advokat sudah tepat, sesuai argumentasi yuridis dan konstitusional.
Walaupun secara teknis yuridis amarnya adalah menolak permohonan para Pemohon, namun dari segi pertimbangan hukumnya MK menegaskan hal-hal substansial yang secara materil menjadi pokok permasalahan, konflik dan perpecahan yang selama ini terjadi di kalangan profesi Advokat itu sendiri.
“Putusan MK itu menguatkan Peradi sebagai Organ Negara yang bersifat “single bar association”. Bahwa argumentasi yuridis dan konstitusional yang mahkamah gariskan dan tegaskan dalam pertimbagan hukumnya adalah sangat kuat dan mempunyai basis legal-konstitusional jika dilihat dari segi filosofis dan akademik,” ujar Fahri melalui siaran pers, Jumat (29/11/2019).
Fahri mengatakan, MK berpendapat bahwa persoalan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana dimaksudkan Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat telah selesai dan dipertimbangkan, yakni Peradi merupakan singkatan (akronim) dari Perhimpunan Advokat Indonesia sebagai organisasi advokat satu-satunya wadah profesi advokat. Menurut dia, putusan MK ini bernomor 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006 silam.
Baca Juga: Peradi Diharapkan Akhiri Konflik dan Kembali Bersatu
Putusan MK ini memiliki kewenangan sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat untuk melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat seperti tercantum pada Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003, yakni melaksanakan pengujian calon Advokat Pasal 3 Ayat (1) huruf f, melaksanakan pengangkatan Advokat Pasal 2 Ayat (2), membuat kode etik Pasal 26 Ayat (1), membentuk Dewan Kehormatan Pasal 27 Ayat (1), membentuk Komisi Pengawas Pasal 13 Ayat (1), melakukan pengawasan Pasal 12 Ayat (1), memberhentikan Advokat Pasal 9 Ayat (1).
“Itu vide putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 201,” ujar Fahri.

Menurut Fahri, berkaitan dengan keberadaan organisasi-organisasi advokat lain yang secara de facto saat ini, bahwa hal tersebut tidak dapat dilarang karena konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945.
Namun, organisasi-organsasi advokat lain tersebut tidak mempunyai kewenangan untuk menjalankan 8 (delapan) jenis kewenangan sebagaimana diuraikan pada butir angka (1) di atas dan hal tersebut telah secara tegas dipertimbangkan sebagai pendirian Mahkamah dalam putusannya berkaitan dengan organisasi advokat yang dapat menjalankan 8 (delapan) kewenangan dimaksud vide Putusan MK Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011 silam.
“Bahwa lebih lanjut berkaitan dengan penyumpahan advokat yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat yang pada saat ini secara de facto ada, tidak serta- merta membenarkan bahwa organisasi di luar Peradi dapat menjalankan 8 kewenangan sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat, tapi semata-mata dengan pertimbangan tidak diperbolehkannya menghambat hak konstitusional setiap orang termasuk organisasi advokat lain yang secara de facto ada sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yaitu hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja,” katanya.
Baca Juga: Peradi Pecah Tiga, Rekonsiliasi Dinilai Perlu Dilakukan