BOGOR - Ratusan pembeli Perumahan Green Citayam City (GCC) di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor resah dengan adanya rencana penggusuran. Pasalnya, rumah yang mereka beli itu tersandung sengketa kepemilikan lahan.
Salah satu pembeli Yus Sudarso menceritakan dirinya membeli rumah tipe 27/84 dengan mengeluarkan uang tanda jadi (booking fee) sebesar Rp 2,5 juta pada 2015 lalu. Kemudian dilanjutkan cicilan enam kali angsuran uang muka sekitar Rp 17 juta.
"Jadi total saya sudah setor uang sekitar Rp 20 juta," kata Yus, Rabu (19/2/2020).
Baca Juga: Buntut Kericuhan Penggusuran di Tamansari Bandung, 52 Polisi Diperiksa
Kecurigaan pun muncul ketika uang muka telah lunas tetapi tak kunjung dilakukan akad rumah. Akhirnya, ia pun mendapat kabar bahwa perumahan tersebut tersandung sengketa lahan dan terancam digusur.
"Sudah jadi rumahnya cuma belum akad. Awalnya ditunjukkan surat-surat tapi sertifikat belum dan IMB itu nyusul kata dia (pengembang)," ungkapnya.
Oleh karena itu, Yus beserta ratusan orang lainnya mengaku kebingungan jika nantinya rumah yang dibelinya itu benar digusur. Ia hanya berharap agar pengembang dapat mengembalikan uangnya.
"Ketika nanti eksekusi mau tinggal di mana lagi pengennya sih dikembalikan uang dari pihak pengembang dibantu dari pihak yang sebenarnya punya lahan itu. Sudah banyak juga yang ditempatin rumahnya, bangunan berdiri sudah banyak dan banyak juga yang kosong belum akad," beber Yus.
Dari informasi yang dihimpun, sudah berdiri baik yang utuh atau setengah jadi ada sekitar 3.000 bangunan di lahan bersengketa itu. Dari jumlah itu sekitar 300 orang sudah melakukan kontrak pembelian.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT Tjitajam selaku penggugat Reynold Thonak mengatakan berdasarkan keputusan Mahkamah Agung No: 2682 K/PDT/2019 yang sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap) pada 4 Oktober 2019, lahan seluas 50 hektare yang dijadikan perumahan subsidi GCC itu dimiliki oleh PT Tjitajam.
Sedangkan, PT Green Construction City sebagai pihak tergugat atau pengembang kawasan tersebut dianggap telah menyerobot lahan PT Tjitajam.
"Bila sudah berkekuatan hukum, tinggal eksekusi. Tetapi sebelumnya, kami lakukan sosialisasi kepada warga. Karena di lahan tersebut sudah terbangun rumah dan ruko. Waktunya, dua minggu, bila terjadi deadlock (buntu) kami minta pengadilan untuk melakukan penggusuran paksa," ucap Reynold.
Penggusuran Perumahan GCC itu menjadi opsi yang paling memungkinkan karena pihak yang dinyatakan bersalah secara hukum tak kunjung mematuhi perintah pengadilan. PT sudah mempersiapkan solusi untuk konsumen yang kehilangan rumah.
"Konsumen akan mendapatkan rumah pengganti yang legal, dengan syarat dan ketentuan. Dalam waktu dekat kami akan mengumpulkan warga yang terdampak dan melakukan sosialisasi penggusuran. Sekalian, nanti kami bicarakan opsi-opsi bagi konsumen yang telah terlanjur membeli," jelasnya.