Dalam grup inilah Hasan Gayo memperoleh pendidikan politik yang diberikan tokoh-tokoh hebat; Ir. Soekarno, Mohd. Hatta, Mr. Iwa Kusuma Sumantri, Mr Sunario, Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. Suwandi dan lain-lain.
Grup "Pemuda Radikal" ini yang mendesak Soekarno segera menyatakan kemerdekaan Indonesia segera setelah Jepang kalah dari Sekutu. Tapi Soekarno menolak dan harus membawanya terlebih dahulu dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Tapi grup "Pemuda Radikal" yang di dalamnya aktif Hasan Gayo, Sukarni, Chaerul Saleh dan lain-lain menolak ide Soekarno. Sebab menurut mereka PPKI adalah lembaga dipengaruhi Jepang, dan grup ini tidak percaya kepada Jepang.
Pemuda Radikal lalu memilih jalan "radikal" dengan "mengungsikan" Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Baru esoknya, 17 Agustus 1945, Soekarno -Hatta membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Pegangsaan Timur. Muhammad Hasan Gayo terlibat aktif dalam seluruh pertemuan rapat "Grup Pemuda Radikal" termasuk pada saat memutuskan "mengungsikan" Soekarno ke luar kota.
Setelah Proklamasi, Grup Pemuda Radikal pimpinan Chaerul Saleh dari Menteng 31 ini, membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan Lasykar Rakyat untuk melucuti tentara Jepang. Saat itu, API lah yang menjaga keamanan Jakarta, yang memgambil alih aset dan manajemen kereta api yang dikuasai Jepang.
Ketika Sekutu masuk Jakarta, dan dengan licik NICA ikut membonceng, API yang telah mempersenjatai diri membentuk Lasykar Rakyat. NICA atau disebut dengan Nederlandsch Indië Civiele Administratie atau Netherlands-Indies Civiele Administration, adalah "Pemerintahan Sipil Hindia Belanda" merupakan organisasi semi militer, dibentuk pada 3 April 1944 bertugas mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum pemerintah kolonial Hindia Belanda selepas kapitulasi pasukan pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda seusai Perang Dunia II (1939 - 1945).
Hasan Gayo lalu bergabung dengan Laskar Rakyat menentang kehadiran sekutu dan bergrilya di Jawa Barat dan Jawa Tengah bersama Chaerul Saleh. Hasan Gayo diangkat jadi salah seorang komandan dalam lasykar tersebut yang terkenal dengan sebutan "Komandan Bambu Runcing."
Dalam rangka menyatukan tekad melawan NICA pada 1 Nopember 1945, HM. Hasan Gayo bersama T. Syarief Thajeb dan Arifin Tamiang mewakili pemuda Aceh menghadiri Badan Kongres Pemuda Indonesia di Yogyakarta, dan Chaerul Saleh terpilih sebagai Ketua dan HM Hasan Gayo bertugas di sekretariatnya.
Hasan Gayo baru turun dari bergrilya selepas penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1945.