BANDA ACEH – Muhammad Hasan Gayo, memimpin pengambilalihan aset dan manjemen perusahaan kereta api di Jakarta dan Bengkel Besarnya di Manggarai. Tentara Jepang yang menjaga Perusahaan Kereta Api menyerah tanpa perlawanan dan semua gerbong ditempeli "Milik RI."
Aksi atas nama Angkatan Pemuda Indonesia (API) itu dilakukan Hasan Gayo, pada 3 September 1945. Dampak dari pengambilalihan perusahaan kereta api di Jakarta melebar ke daerah lain. Akhirnya seluruh stasiun kereta api di Pulau Jawa diambil alih oleh pejuang rakyat Indonesia.
Kisah heroik inilah yang diungkapkan dalam buku "Keterlibatan Haji Muhammad Hasan Gayo, Pejuang Nasional Dataran Tinggi Gayo, dalam Gerakan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia 1923-1993".
Buku ini ditulis oleh Drs. Muhammad Daud Gayo, mantan staf pribadi Menteri Luar Negeri Adam Malik. Buku ini diterbitkan Bandar Publishing Banda Aceh, 2018, tebal 268 halaman.
Dikisahkan dalam buku tersebut, pengambil alihan aset kereta api mula-mula dilakukan di Stasiun Kota Bios Jakarta. Esoknya, pengambilalihan dilakukan di Stasiun Kereta Api Kota dan siangnya Stasiun Kereta Api Manggarai, berikut bengkel besarnya. Sejak itulah, pengambil alihan seluruh aset kereta api dilakukan di seluruh Jawa.
Pada masa itu, kereta api rupanya punya peralatan mesin cetak yang dioperasikan di lantai bawah Stasiun Kota. Hasan Gayo kemudian diserahi tugas mengawasi percetakan Kereta Api di Stasiun Kota dan menerbitkan majalah "Suara Kereta Api" di mana Hasan Gayo sendiri sebagai pemimpin redaksinya. Ia juga dipercaya menjadi pemimpin Pemuda Kereta Api.
Belakangan, mesin cetak milik kereta api itu diambil oleh BM Diah, yang kemudian digunakan untuk menerbitkan harian Merdeka. Sebagai imbalannya, semua pamflet Komite van Actie --organisasi pergerakan dibentuk oleh Grup Pemuda Radikal setelah Proklamasi, tempat Hasan Gayo bergabung ---dicetakkan oleh BM Diah.
Buku "Keterlibatan Haji Muhammad Hasan Gayo, Pejuang Nasional Dataran Tinggi Gayo, dalam Gerakan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia 1923-1993," rencananya dibedah secara khusus di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, pada 15 Maret 2002. Acara digelar oleh Ikatan Musara Gayo Jakarta dan Taman Iskandar Muda Jakarta.
Sosok Hasan Gayo
Muhammad Hasan Gayo lahir di Kampung Lukup, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah, pada 1923. Menjalani pendidikan sekolah dasar Belanda di Takengon, dan lulus Sekolah Normal Islam di Bireuen. Sekolah ini didirikan oleh Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA).
Berangkat ke Jakarta melalui jalan darat pada Nopember 1942, atau tujuh bulan setelah Jepang menjejakkan kaki di Aceh. Hasan Gayo mendaftar di Perguruan Tinggi Islam Jakarta, pimpinan Prof. Kahar Muzakkir.
Di Jakarta, Hasan Gayo bergabung dengan mahasiswa dan pemuda pergerakan anti penjajah Jepang. Grup ini belakangan diberinama "Grup Pemuda Radikal" pimpinan Chaerul Saleh, bermarkas di Menteng 31 atau Gedung Juang 45 sekarang.