USULAN Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Sumatera Barat telah disetujui Menteri Kesehatan dr. Terawan Agus Putranto. Keputusan tersebut telah ditetapkan Menkes tanggal 17 April 2020 melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/260/2020.
Setelah mendapatkan SK dari Menkes akhirnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat memberlakukan PSBB untuk memutus penularan Covid-19. PSBB tersebut dimulai pukul 00.00 WIB, Rabu 22 April selama 14 hari ke depan.
“Untuk itu diminta kepada seluruh masyarakat untuk dapat mematuhi semua protokol dan peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah. Dengan harapan, jika kita mematuhinya dengan disiplin yang ketat, diharapkan wabah corona ini tidak lagi berjangkit,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sumbar, Jasman Rizal.
Sementara itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan telah melakukan rapat terbatas bersama Bupati dan Wali Kota se-Sumbar melalui video conference terkait penerapan PSBB.
“PSBB akan dilaksanakan secara tegas yang akan dibantu kepolisian dan TNI yang mengacu kepada Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020,” ucapnya.
Pasien Covid-19 Melonjak saat PSBB
Sehari sebelum penetapan PSBB dari data https://corona.sumbarprov.go.id/details/index_master_corona (situs resmi Gugus Tugas Covid-19 Pemprov Sumbar) tanggal 21 April 2020 mencatat pasien konfirmasi positif ada sebanyak 76 kasus yang terbagi 20 orang dirawat di berbagai rumah sakit, 32 melakukan isolasi mandiri, empat orang isolasi di Bapelkes, 13 orang sembuh, tujuh orang meninggal.
Namun setelah penerapan PSBB angka terkonfirmasi positif terus melonjak naik, sampai 30 April 2020, dalam corona.sumbarprov.go.id, mencatat 148 konfirmasi positif corona di wilayah Sumbar, dimana 49 orang dirawat, 33 isolasi mandiri, 16 isolasi di Bapelkes, 10 orang isolasi BPSDM, 15 orang meninggal dan 25 orang sembuh.
Korban virus corona naik tajam saat PSBB terutama pada tanggal 26 April 2020 naik tajam dengan jumlah pasien positif yang bertambah pada hari itu ada 19 orang, kemudian pada 28 April 2020 kembali bertambah 23 orang.

Menurut Jubir Covid-19 Sumbar, Jasman Rizal , penyebab terinfeksinya para pasien corona Sumbar ini bukan lagi secara imported case atau kasus menimpa seseorang yang baru kembali dari luar negeri atau daerah yang ada wabah.
“Namun saat ini menular secara local transmission atau penularan covid-19 yang terjadi secara lokal, atau di lokasi tempat pasien positif covid-19 berada saat ini kemudian terjadi kontak dan berinteraksi dengan dengan orang yang terinfeksi sebelumnya,” terangnya, Minggu 26 April.
Tambah Jasman, kenapa terus terjadi kontak dan interaksi dengan pasien yang positif penyebabnya antara lain karena tidak menjaga physical distancing, tidak memakai masker, jarang cuci tangan dan masih belum disiplin untuk selalu berada di rumah saja serta banyaknya melanggar protokol kesehatan lainnya yang dianjurkan pemerintah.
Penyebab lain ditambahkan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno karena masih banyak Pelaku Perjalanan Terjangkit (PTT) yang masuk ke Sumbar tapi tidak mau berdiam di rumah.
“PPT kemungkinan dari para pendatang yang ingin mudik. Tetapi tidak mau isolasi mandiri atau cenderung tidak bisa berdiam di rumah. Kasus ini tidak terdeteksi, namun bisa menularkan 86 persen,” katanya.
Mengapa Masyarakat Keluar
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada hari kedua masyarakat masih melakukan aktivitas di luar rumah banyak alasan yang diutarakan oleh masyarakat seperti Masril (34) warga Kecamatan Koto Tangah ini, Kota Padang.
Masri mengatakan mengatakan dirinya terpaksa keluar rumah karena harus membeli bahan kebutuhan untuk dagangannya. Hal ini dilakukan agar ia dan keluarganya tetap bisa makan karena bantuan tal kunjung disalurkan.
“Saya berjualan. Makanya saya keluar. Kalau tetap di rumah keluarga saya makan apa, sedangkan bantuan yang dijanjikan tak kunjung ada,” katanya, Jumat (23/4/2020).

Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Sumatera Barat dinilai belum optimal. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang tidak mematuhi imbauan yang telah disampaikan pemerintah.
Menurut Pengamat kebijakan publik dari Universitas Negeri Padang (UNP) Eka Vidya Putra mengatakan kemauan pemerintah menegakkan aturan yang telah menjadi produk hukum tidak optimal.
"PSBB ini kata kuncinya adalah penegakan aturan dan itu mesti ditegakkan, tidak bisa mengandalkan kesadaran masyarakat," katanya.
Jika PSBB berstatus perintah undang-undang, kata Eka, maka harus ada kebijakan yang tegas. "Sekarang lihat apakah sudah ditegakkan atau belum? Saya melihat dari masyarakat itu rumit, rata-rata masyarakat tahu apa itu virus corona, risiko dan dampaknya mereka juga tahu," katanya.
Sejumlah faktor yang membuat PSBB belum optimal antara lain karena ketidaktahuan masyarakat, desakan ekonomi atau sosialisasi yang tidak sempurna.
"PSBB secara spesifik tidak dijelaskan, tidak ada saya lihat pemerintah menjelaskan secara detil. Apa PSBB itu secara merata atau bagaimana," katanya.
Ia menilai, sosialisasi yang dilakukan pemerintah gagal. Jika pun sudah dilakukan, maka metodologi atau implementasinya yang dipertanyakan. Bisa jadi sosialisasi efektif tapi aturan tidak jalan, atau sosialisasi dan aturan efektif tapi ada ketegangan struktur, kompleks permasalahannya.
"Kesadaran masyarakat perlu ada, tetapi menuntut mereka sadar dikembalikan ke pemerintah," katanya.

Memasuk hari ke-10 penerapan PSBB dari data terakhir Corona Sumbar, sampai Kamis 30 April, jumlah pasien positif corona di Sumbar ada sebanyak, 148 orang dimana 49 masih dirawat di berbagai rumah sakit di Sumatera barat, seperti pasien RS. M Jamil Padang dirawat 13 orang, isolasi dirumah 9 orang, Bapelkes satu orang, sembuh 10 orang, meninggal dunia 7 orang, total 40 orang.
RS Ahmad Mochtar Bikittinggi dirawat dua orang, sembuh tujuh orang, total sembilan orang, RS Semen Padang, dirawat delapan orang, isolasi Mandiri di rumah delapan orang, isolasi di Bapelkes sembilan orang, meninggal dunia satu orang, total 26 orang.
Sementara itu total orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 8.028 orang, proses pemantauan 409 orang dan selesai Pemantauan 7.619 orang. Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 379 orang.
Dari 379 PDP tersebut, 49 orang masih dirawat di berbagai rumah sakit rujukan sambil menunggu hasil lab. Dinyatakan negatif terinfeksi covid-19 sebanyak 322 orang dan isolasi diri di rumah 8 orang.
Bantuan Tak Kunjung Cair
Pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat akhirnya buka suara perihal kejelasan bantuan sosial (bansos) bagi warga Kota Padang yang terdampak secara sosial ekonomi akibat wabah virus corona atau covid-19.
Pemkot Padang pun menilai yang membuat proses pendataan dan penyaluran lambat adalah kebijakan Pemerintah Pusat yang tidak konsisten dan berubah-ubah.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Padang Amasrul didampingi Kepala Dinas Sosial Kota Padang Afriadi dan Kabag Prokopim Amrizal Rengganis kepada wartawan di Kantor Dinas Sosial Kota Padang, Kamis (30/4/2020).
Sekda mengatakan, ia pun membenarkan kebijakan Pemerintah Pusat terkait kriteria permintaan format data yang ditetapkan penerima bansos tersebut sering kali berubah.
"Sebenarnya kita sudah menuntaskan data tersebut pada pekan lalu. Bahkan sebelum kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ditetapkan di Sumbar. Hanya saja data-data tersebut kriterianya berubah tiap sebentar. Jadi ini yang jadi permasalahan, namun begitu kita berharap persoalan ini segera selsai dan bantuan dapat disalurkan," harapnya.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Sosial Kota Padang Afriadi, menuturkan kronologi persoalan tersebut. Pertama katanya, Pemko Padang berpedoman terhadap aturan tak hanya di Pemerintah Provinsi namun juga Pemerintah Pusat.
"Jadi, kepada masyarakat Kota Padang kami harapkan bisa memahami kronologis dalam pengurusan bantuan ini. Bagaimana dan apa saja kendalanya sampai saat ini. Yang jelas insya Allah, proses bansos itu akan kita upayakan untuk bisa diturunkan ke masyarakat sesegera mungkin," ungkapnya.
Ia melanjutkan, informasi pertama untuk bansos Kota Padang hanya diberikan kuota dari Provinsi sebanyak 8.049 Kartu Keluarga (KK) dengan jumlah itu dikalikan per lima jiwa.
"Makanya kita sudah menyelesaikan pendataan dimaksud dengan dijilid rapi sebanyak 2 rangkap. dan malah Kota Padang yang pertama kali memasukkan data tersebut ke provinsi sebanyak 40.245 Rumah Tangga (Ruta). Jadi dari jiwa pindah lagi ke Ruta," imbuhnya.
Kemudian kata Afriadi lagi, selanjutnya aturan pun berobah menyesuaikan anggaran Provinsi. Sebagaimana untuk bantuan yang awalnya diberikan Rp200 ribu per bulan itu hanya 13.415 diterima untuk Kota Padang.
"Sehingga jumlah awal yang 40.245 Ruta itu dikurangi menjadi 13.415 dikali Rp600 per bulan," paparnya.
Lebih lanjut ungkap Afriadi, begitu juga dari format yang diberikan 40.245 tersebut, ternyata dirubah kembali oleh Pusat dengan meminta format terbaru yakni harus by name by address (BNBA) disertai Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dipadankan dengan Disdukcapil plus ponsel orang calon penerima bantuan dan dimana ia lahir.
"Perubahan format ini tentu menyusahkan kita di Kota Padang khususnya para RT/RW dan pihak kelurahan yang harus kembali melakukan pendataan di lapangan," tuturnya.
DPRD Berang
Tiga fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat (Sumbar) mendesak gubernur untuk segera mencairkan bantuan bagi warga terdampak Covid-19. Tiga fraksi tersebut yakni Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Golkar.
Anggota DPRD Sumbar Hidayat menegaskan jika Senin 4 Mei depan Bantuan Langsung Tunai (BLT) belum juga dicairkan maka DPRD akan mengusulkan agar ketua gugus Covid-19 sumbar diganti.
Menurutnya, gubernur sebagai ketua gugus Covid-19 Sumbar dinilai tidak memiliki manajemen kepemimpinan khususnya dalam koordinasi dengan berbagai pihak dalam penanggulangan Covid-19.
“Jika belum juga dicairkan hingga Senin depan kami akan gugat Gubernur, bila perlu langsung ke Presiden. Kami minta ketua gugus tugas Covid-19 Sumbar diganti saja dengan TNI atau Polri,” katanya, Kamis 30 April.

Sementara itu, M Nurnas dari Fraksi Partai Demokrat menambahkan sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan Pemprov Sumbar (eksekutif) harusnya mengkaji terlebih dahulu dampak yang akan ditimbulkan.
Menurutnya, Gubernur dan kepala daerah di kabupaten dan kota hanya bisa memberikan janji tanpa bukti. “Kepala daerah sibuk memberi janji, sementara yang dibutuhkan masyarakat bukan janji, tapi butuh makan,” kata Nurnas.
Sementara itu, perwakilan dari fraksi Golkar Afrizal menyatakan kondisi masyarakat di beberapa kecamatan di Kota Padang sangat miris. Sehingga menurutnya di saat PSBB berlangsung masih banyak warga yang berkeliaran untuk mencari makan untuk menyambung hidup.
“Omong kosong PSBB akan berjalan maksimal jika masyarakat dibiarkan terlantar,” tambah Afrizal.
(Khafid Mardiyansyah)