Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Nenek Buta Huruf Kebingungan saat Jalani Persidangan Lawan Mafia Tanah

Taufik Budi , Jurnalis-Jum'at, 03 Juli 2020 |08:44 WIB
Nenek Buta Huruf Kebingungan saat Jalani Persidangan Lawan Mafia Tanah
Nenek buta huruf asal Balarejo, Kecamatan Dempet, Demak, Jateng, Sumiyatun jalani sidang d PTUN Semarang. (Taufik Budi)
A
A
A

SEMARANG – Masih ingat Mbah Sumiyatun, nenek buta huruf asal Balerejo, Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak, Jawa Tengah? Ia adalah nenek renta yang melawan mafia tanah karena sawahnya diserobot dengan iming-iming bantuan ternak.

Dengan baju batik dan kerudung biru, perempuan yang akrab disapa Mbah Tun itu tampak menyimak jalan persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Semarang, Kamis 2 Juli 2020. Raut mukanya tak terlihat sempurna karena tertutup masker. Hanya sorot dua matanya yang kadang kosong, berusaha mencerna arti bahasa-bahasa hukum.

Dia didampingi anaknya Hartoyo, yang tak kalah bingungnya. Keseharian sebagai petani di desa membuat mereka sangat asing dengan ruang sidang. Tiga hakim Gugum Surya Gumilah, Christian Edni Putra, dan Erna Dwi Safitri, di bagian depan dengan pakaian toga serbahitam, kian membuat mereka tak berani berkata-kata.

"Iki enggo mangan anak putu (sawah ini untuk makan anak dan cucu)," singkat Mbah Tun sembari berharap tanahnya segera kembali.

Dalam persidangan itu, Mbah Tun didampingi tim kuasa hukum yang diketuai Sukarman. Tim advokasi Peduli Mbah Tun terdiri atas BKBH FH Unisbank, Unita Bantuan Hukum DPC PERADI RBA, dan LBH Demak Raya. Mereka mengajukan gugatan terhadap Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Demak ke PTUN Semarang.

"Ini memasuki pembuktian secara tertulis dan menghadirkan saksi ahli yaitu Dr Juneidi, yang merupakan Ketua Program Studi Magister Hukum USM Semarang. Kita berharap ahli membuat terang peralihan hak atas tanah milik mbah Sumiyatun yang berawal dari penipuan," kata Sukarman.

Sementara saksi ahli dalam keterangan di muka persidangan menuturkan, putusan Mahkaman Agung (MA) tahun 2015 harus dijadikan dasar pertimbangan oleh pejabat tata usaha negara. Proses lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) hingga permohonan eksekusi oleh pemenang lelang ke pengadilan negeri harusnya diabaikan BPN.

"Putusan MA harus dihormati secara hukum karena sifat putusan itu untuk memberikan kepastian hukum atas kesalahan penerapan perundang-undangan. Kalau boleh disimpulkan penerbitan sertifikat oleh pemenang lelang cacat formil dan meteriil," ujarnya.

Setelah agenda persidangan pembuktian secara tertulis dan menghadirkan saksi ahli dari penggugat, sidang akan digelar kembali pada Kamis 9 Juli 2020. Agendanya adalah menghadirkan saksi dari tergugat yaitu BPN Kabupaten Demak.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement