BOGOR - Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi vila mewah milik mantan sekertaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi di wilayah Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/8/2020).
Pantauan Okezone, beberapa mobil milik penyidik KPK sudah berada di dalam vila milik Nurhadi sejak pukul 10.00 WIB. Awak media yang di lokasi tidak diperkenankan masuk ke dalam oleh petugas.
Pintu gerbang vila pun terturup rapat sambil dijaga anggota kepolisian dan TNI setempat. Sekira pukul 16.00 WIB, beberapa penyidik dari KPK keluar dan menempelkan stiker bahwa vila tersebut telah disita.

Vila mewah Nurhadi sendiri berada tepat di pinggir Jalan Alternatif Puncak, Megamendung, Kabupaten Bogor. Lokasinya hanya beberapa puluh meter dari Gedung Diklat milik Mahkamah Agung (MA).
Dari luar hanya terlihat dinding batu yaang menjulang tinggi mengelilingi vila. Kemudian, dari kejauhan nampak salah satu bangunan besar dengan atap yang mengerucut berada di tengah villa.

Belakangan, KPK diketahui sedang menyelidiki dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta aliran uang Nurhadi. Nurhadi disinyalir mengalihkan hasil tindak pidana korupsinya ke sejumlah aset yang kini sedang diselidiki lembaga antirasuah.
Namun, sejauh ini KPK baru menetapkan tiga orang tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA. Ketiga tersangka itu yakni, mantan Sekretaris MA, Nurhadi; menantu Nurhadi, Rezky Herbiono; dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto.
Dalam perkara ini, Nurhadi dan menantunya Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp 46 miliar terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016. Terkait kasus suap, keduanya diduga menerima uang dari dua pengurusan perkara perdata.

Pertama, melibatkan PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero). Lalu, terkait pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT dengan menerima Rp 33,1 miliar.
Adapun terkait gratifikasi, tersangka Nurhadi melalui menantunya Rezky dalam rentang Oktober 2014–Agustus 2016 diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp 12,9 miliar. Hal itu terkait penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.
(Amril Amarullah (Okezone))