Isu rasialisme tersebut, berdasarkan pengamatan Didi Prambadi, mantan wartawan Tempo dan sekarang menjadi chief operations officer di Indonesianlantern.com, portal komunitas Indonesia di Amerika Serikat, jelas semakin memanas menjelang pemilihan presiden.
"Bahkan ada kelompok supremasi kulit putih bersenjata, Front Patriot, menggalang kekuatan militer di beberapa negara bagian bila Donald Trump kalah dalam Pilpres 2020 nanti."Sementara kelompok hitam dikhawatirkan akan melakukan penjarahan dan perampokan di beberapa negara bagian, seperti yang terjadi di Philadelphia, Oregon, New York, dan lainnya," jelasnya.
Masalah ekonomi
Amerika Serikat menggelar pesta demokrasi ketika pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda kapan akan berakhir. Ekonomi amat lesu dan defisit belanja negara semakin membengkak.
"Malah untuk tahun ini diperkirakan naik US$3,3 triliun (sekitar Rp48 kuadriliun). Jumlah itu antara lain untuk membiayai tunjangan penganggur yang jumlahnya 12,8 juta orang per September 2020," kata Didi Prambadi.
Adapun besaran tunjangan pengangguran bervariasi antarnegara bagian. Data Departemen Tenaga Kerja yang dirilis akhir tahun 2019 menunjukkan rata-rata mencapai US$378 per minggu atau Rp22 juta per bulan.
Di Augusta, kota di Negara Bagian Georgia yang dikenal sebagai tuan rumah turnamen tahunan golf Masters, tinggal seorang warga negara Indonesia yang telah menyaksikan lima kali pemilihan presiden Amerika Serikat, termasuk tahun ini.
Maya bukanlah pemegang hak suara karena tetap mempertahankan paspor hijau berlambang Garuda. Walaupun demikian ia mengaku tertarik mengikuti perkembangan politik.
"Kita ingin tahu bagaimana pemerintahan yang akan datang mengurus pandemi virus corona sehingga ekonomi kita membaik." Itulah harapan Maya dalam percakapan dengan saya, Rohmatin Bonasir, melalui sambungan telepon.
Sepanjang yang ia tahu, Partai Republik cenderung mendorong apa yang disebut ekonomi kerakyatan
"Kalau bisa pemerintah tidak terlalu membuat peraturan dan tidak terlalu ikut campur dalam kebijakan ekonomi karena mereka punya prinsip ekonomi itu bergerak dari bawah. Semakin rakyat makmur, semakin rajin rakyat membayar pajak dan otomatis pendapat negara akan besar," jelas Maya.
Menurutnya, Partai Demokrat menempuh pendekatan yang berbeda. "Mereka cenderung berprinsip pemerintah ikut mengatur rakyatnya. Makanya mereka banyak membuat peraturan, negara mengelola pajak dan mendistribusikannya kepada rakyat."
Isu pajak menjadi salah satu perdebatan sengit di masa kampanye. Presiden Trump menakut-nakuti pemilih dengan mengatakan saingannya, Joe Biden, sudah bertekad menaikkan pajak sejadi-jadinya.
Apa yang dikatakan Biden sejatinya adalah menaikkan pajak penghasilan di atas US$400.000 (Rp5,8 miliar) per tahun. Ia ingin pendapatan sebesar itu dipajaki 39,6%, naik dari tarif saat ini 37%.
Penyanyi rap 50 Cent baru-baru ini menyatakan dukungan terbuka kepada Trump, sesudah mengkritik kebijakan pajak Joe Biden.
Sebagian besar warga Amerika - dengan rata-rata penghasilan tahunan US$54.099, menurut Social Security Administration (lembaga pemerintah AS yang menangani jaminan sosial) - akan tetap dikenakan tarif yang berlaku sekarang 22%.
Calon presiden di atas 70 tahun, 'bagaimana mengurus negara?'
Bagi Rita, seorang koki di Denver, pemilihan presiden kali ini dapat dibilang mengalami kemunduran. Setidaknya jika dilihat dari usia dua calon presiden.
"Dulu waktu Obama itu kan orangnya muda, kulit hitam. Sekarang calon-calonnya sudah tua."
Rita merujuk pada Barack Obama yang dilantik menjadi presiden pada usia 47 tahun. Joe Biden, wakil Obama selama dua periode, akan genap berusia 78 tahun pada tanggal 20 November ini. Adapun usia Donald Trump kini 74 tahun.
"Saya heran bagaimana mereka memikirkan persoalan negara adidaya yang begitu besar peranannya dalam percaturan politik dan ekonomi dunia," kata Didi Prambadi