YANGON - Wartawan BBC Birma, Aung Thura, yang ditahan pihak berwenang di Myanmar sudah dibebaskan pada Senin (22/03), beberapa hari setelah ia ditangkap.
Thura ditangkap oleh orang-orang tak berseragam pada 19 Maret saat melakukan tugas jurnalistik di luar gedung pengadilan di ibu kota Nay Pyi Taw.
Sejak kudeta militer yang menggulingkan pemerintah sipil pada 1 Februari, setidaknya 40 wartawan ditahan.
Penguasa militer juga telah mencabut izin lima perusahaan media.
Pada 19 Maret lalu, Thura ditangkap bersama seorang wartawan lain, Than Htike Aung, yang bekerja untuk media lokal Mizzima.
Pada Maret ini, penguasa militer mencabut izin Mizzima.
(Baca juga: Banjir Parah Hambat Vaksinasi Covid-19)
Setelah ditangkap pada Jumat (19/03) siang waktu setempat oleh beberapa orang yang tak mengenakan seragam, BBC tidak bisa menghubungi Thura.
BBC membenarkan bahwa Thura dibebaskan pada hari Senin (22/03) namun tidak memberikan penjelasan lebih jauh.
Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan, setidaknya 149 tewas dalam berbagai aksi unjuk rasa warga, yang digelar untuk menentang kudeta militer. Namun banyak meyakini, angkanya mungkin jauh lebih tinggi.
Salah satu hari paling berdarah terjadi pada 14 Maret, yang menewaskan 38 orang.
Pada hari penangkapan Thura, setidaknya delapan orang dilaporkan meninggal dalam rangkaian protes di beberapa kota.
(Baca juga: Crane Jatuh Tewaskan 3 Pekerja China)
"Kami sangat memperhatikan keselamatan semua staf di Myanmar dan kami akan melakukan apa pun untuk mecari Aung Thura,” ungkap BBC saat Thura tak diketahui keberadaannya.
"Kami menyerukan pemerintah untuk mencarinya dan memastikan bahwa dia selamat. Aung Thura adalah wartawan BBC yang berpengalaman dalam meliput peristiwa di Nay Pyi Taw,” jelasnya.
Delapan orang yang meninggal Jumat (19/03) ditembak mati oleh aparat keamanan di kota Aungban, menurut media lokal dan pihak yang mengurus pemakaman.
"Pihak keamanan tiba dan memindahkan semua blokade namun warga bertahan, tapi mereka melepaskan tembakan," menurut serorang saksi kepada kantor berita Reuters.Laporan dari Yangon menyebutkan jalan-jalan padat karena banyak orang yang melarikan diri dari kekerasan.
Polisi juga dilaporkan memaksa demonstran menggeser barikade yang mereka dirikan.
Kekerasan paska kudeta sejauh ini menelan korban jiwa paling tidak 232 orang, menurut kelompok aktivis Assistance Association for Political Prisoners. Salah satu hari paling berdarah adalah tanggal 14 Maret.
Pekan lalu, militer Myanmar memperluas kondisi darurat di sejumlah tempat di seluruh negeri, menyusul hari paling berdarah dalam aksi-aksi protes menentang kudeta pada awal Februari lalu.
Sekitar 50 orang dilaporkan meninggal saat tentara dan polisi melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa di berbagai daerah hari Minggu (14/03).
Sebagian besar korban meninggal berada di Yangon.
Para pengunjuk rasa menuntut dibebaskannya pemimpin sipil yang ditahan, Aung San Suu Kyi.
Pasukan keamanan melepaskan tembakan di sebuah kawasan di kota terbesar, Yangon, ke arah demonstran yang menggunakan tongkat dan pisau.
Pihak militer mengumumkan keadaan darurat di kawasan tersebut setelah pabrik-pabrik China diserang. Para pengunjuk rasa meyakini China mendukung militer Myanmar.
Gelombang unjuk rasa terus berlanjut sejak militer melakukan kudeta pada 1 Februari lalu.
Dalam kemunculan pertama di publik, pimpinan sekelompok politisi yang digulingkan, Mahn Win Khaing Than mendesak para demonstran untuk membela diri dari penumpasan militer selama apa yang ia sebut sebagai "revolusi".
"Dalam momentum tergelap negara ini dan momentum mendekati sang fajar," katanya, sambil menambahkan, "perlawanan harus menang."
Sedikitnya 21 orang dilaporkan tewas di Yangon pada Minggu kemarin. Kematian dan korban luka juga di kota-kota lainnya.
Kelompok pemantau Asosiasi Bantuan bagi Narapidana Politik (AAPP) mengatakan jumlah kematian pada hari itu mencapai 38 orang.
Pekerja medis mengatakan jumlah orang tewas di Yango khususnya kawasan Hlaing Tharyar kemungkinan akan bertambah, menyusul puluhan orang yang mengalami luka tembak.
(Susi Susanti)