Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Arief Budiman & Evi Novida Ginting Ajukan Uji Materi Putusan DKPP ke MK

Felldy Utama , Jurnalis-Rabu, 23 Juni 2021 |15:40 WIB
Arief Budiman & Evi Novida Ginting Ajukan Uji Materi Putusan DKPP ke MK
Arief Budiman dan Evi Novida ginting ajukan uji materi ke MK (Foto : Istimewa)
A
A
A

JAKARTA - Arief Budiman dan Evi Novida Ginting Manik, dua Komioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (23/6/2021). Kedua komisioner itu adalah Arief Budiman dan Evi Novida Ginting Manik.

Dalam kaitan ini, keduanya bermaksud ingin menguji putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang bersifat final dan mengikat sebagaimana dimaksud dalam pasal 458 ayat 13 UU tersebut.

"Pada pokoknya permohonan pengujian Undang-Undang ini terkait ketentuan Pasal 458 ayat (13) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur bahwa putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bersifat final dan mengikat," kata kuasa hukum pemohon Fauzi Heri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/6/2021).

Tak hanya itu, kata dia, kedua kliennya juga bermaksud ingin menguji terhadap sebagian frasa dan kata yang tertuang dalam sejumlah pasal di UU Tentang Pemilu tersebut. Pasal itu diantaranya; pasal 14 huruf m, Pasal 17 huruf m, Pasal 20 huruf m, Pasal 38 ayat (4), Pasal 93 huruf g angka 1.

Selanjutnya, Pasal 97 huruf e angka 1, Pasal 101 huruf e angka 1, Pasal 105 huruf e angka 1, Pasal 137 ayat (1), Pasal 159 ayat (3) huruf d, Pasal 458 ayat (5), ayat (10), ayat (11) & ayat (14), serta Pasal 459 ayat (5).

"Para Pemohon juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk memberikan tafsir atas frasa “putusan” DKPP dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai sebagai sebuah keputusan," ujarnya.

Akibat adanya norma dalam pasal-pasal yang menjadi objek permohonan, Fauzi menyebut hal itu tidak saja merugikan hak konstitusional Para pemohon, tetapi juga telah merenggut hak asasi manusia para pemohon yang dilindungi oleh konstitusi. Sehingga, harkat dan martabat serta hak asasi para pemohon menjadi terciderai karena pelaksanaan pasal tersebut oleh DKPP.

"Keberadaan pasal yang sampai saat ini masih menjadi dalil DKPP atau setidaknya oleh sejumlah anggota DKPP itu ternyata dipergunakan untuk tidak mengakui Evi Novida Ginting sebagai anggota KPU yang sah meskipun telah ada Putusan PTUN Jakarta yang membatalkan Kepres tindak lanjut atas putusan DKPP," tutur dia.

Baca Juga : KPU: Jadwal Pemilu dan Pilkada 2024 Belum Final

Terhadap putusan PTUN Jakarta, kata dia, Presiden juga tidak melakukan banding sehingga putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Selain itu, identitas sebagai penjahat etika seolah-olah selalu dilekatkan kepada Evi Novida yang dalam beberapa pernyataan publik disampaikan oleh Ketua DKPP, meskipun fakta persidangan sama sekali tidak mendukung hal itu.

Kerugian konstitusional juga dialami oleh Arief Budiman yang diputuskan DKPP melanggar etika karena tindakannya mendampingi Evi Novida di PTUN Jakarta yang sesungguhnya merupakan salah satu perwujudan hak dalam rangka untuk memastikan bahwa anggotanya dalam semangat kolektif kolegial mendapatkan hak atas pengadilan yang adil.

"Sekaligus merupakan Duty of Care atau semacam kewajiban untuk memperdulikan sesama kolega atau anggota dari sebuah kelembagaan dari kewajiban seorang pimpinan," kata Fauzi melanjutkan.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement