Posisi Sultan Hamengkubuwono saat itu sangat kuat, maka Belanda tak pernah mengutak-atik dan mengganggu sultan. Bahkan pasca-perundingan Renville dan Agresi Militer ke-2, saat Belanda mengasingkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir ke Pulau Bangka, Sultan tetap berada di Yogyakarta. Pemerintah Belanda saat itu sangat menghormati kekuatan dan pengaruh Sultan.
Tak aneh kalau Soekarno pernah berkata, lantang, ''Djogjakarta termasyhur karena jiwa-jiwa kemerdekaannya, hidupkanlah terus jiwa-jiwa kemerdekaan itu!".
Perlu diketahui, Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah seorang tentara yang berdinas sebagai prajurit TNI AD dan berpangkat Letnan Jenderal.
Baca juga: Kuatnya Komitmen Keraton Yogyakarta Saat Penyebaran Islam di Tanah Air
Sebagai prajurit TNI, jenderal bernama lengkap Gusti Raden Mas Dorodjatun Hamengkubuwono IX yang terlahir pada 12 April 1912 itu pernah berjibaku berjuang mempertahankan kemerdekaan di masa-masa sulit setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Sejumlah pertempuran yang pernah dilakoni sang tentara yang berdinas pada 1945-1953 itu antara lain, memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949, Revolusi Nasional Indonesia, Agresi Militer Belanda II serta Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil. Kesemuanya dihadapi dengan kemenangan dan tercatat dalam catatan sejarah perjuangan bangsa Indonesia.