Pada Senin (16/8) pagi, Muhyiddin memimpin rapat Kabinet, sebelum melanjutkan audiensi kerajaan dengan Raja Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah.
Pengunduran diri perdana menteri terjadi di tengah permainan kekuatan politik yang sedang berlangsung di Malaysia.
Awal bulan ini, sejumlah anggota parlemen Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), yang dipimpin oleh presiden partai Ahmad Zahid Hamidi, menarik dukungan mereka untuk Muhyiddin, mengorbankan mayoritas parlemen yang sudah tipis.
Perdana menteri awalnya bersikeras jika dirinya masih memimpin mayoritas parlemen, dan berjanji untuk membuktikan legitimasinya melalui mosi percaya yang dijadwalkan akan diajukan di parlemen pada 7 September.
Jumat lalu, Muhyiddin muncul dalam pidato yang disiarkan televisi untuk mencari dukungan bipartisan untuk bertahan dari mosi percaya diri.
Namun, usulannya ditolak oleh Pakatan Harapan (PH), yang mengatakan bahwa ini pada dasarnya adalah pengakuan terbuka bahwa ia telah kehilangan dukungan dari mayoritas Majelis Rendah. Blok oposisi memintanya untuk mundur.
UMNO juga mengatakan tidak akan mempertimbangkan tawaran dari "seseorang yang tidak lagi memiliki legitimasi", menambahkan bahwa tawarannya dapat dicirikan sebagai "penyuapan terbuka".
Muhyiddin adalah presiden dari Parti Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu) yang memimpin koalisi Perikatan Nasional.
Dia dilantik sebagai perdana menteri kedelapan negara itu pada 1 Maret 2020 setelah perebutan kekuasaan, yang membuatnya menarik Bersatu keluar dari koalisi PH yang berkuasa saat itu dan menyebabkan keruntuhannya.
Selama 17 bulan masa jabatannya sebagai perdana menteri, Muhyiddin telah dikritik oleh beberapa pihak karena gagal memimpin pemerintah Malaysia secara efektif dalam menangani pandemi Covid-19.
Malaysia berada di tengah gelombang Covid-19 yang paling mematikan, dengan jumlah infeksi harian melebihi 20.000 kasus.
Secara total, negara ini telah melihat lebih dari 1,4 juta kasus Covid-19 dan lebih dari 12.000 kematian.
(Susi Susanti)