BADAN Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang. Pemerintahan militer Jepang yang diwakili komando AD Ke-16 dan Ke-25 menyetujui pembentukan BPUPKI pada 1 Maret 1945. Karena kedua komando ini berwenang atas daerah Jawa (termasuk Madura) dan Sumatera. BPUPK hanya dibentuk untuk kedua wilayah tersebut, sedangkan di wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur yang dikuasai komando AL Jepang tidak dibentuk badan serupa.
Pendirian badan ini sudah diumumkan oleh Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945, tetapi badan ini baru benar-benar diresmikan pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. Demikian dikutip dari berbagai sumber.
Baca juga: PPKI Tetapkan Bung Karno Jadi Presiden, Cuma Sekali Sidang dan BK Pulang Jalan Kaki
BPUPK beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang), dan Raden Pandji Soeroso. Selain itu terdapat "panita kecil" yang beranggotakan sembilan orang, yakni : Soekarno (Ketua) Moh Hatta (Wakil Ketua) Achmad Soebardjo (Anggota) Moh Yamin (Anggota) KH Wahid Hasyim (Anggota) Abdul Kahar Muzakir (Anggota) Abikoesno Tjokrosoejoso (Anggota) Agus Salim (Anggota) AA Maramis (Anggota).
"Panitia kecil" bertugas merumuskan kembali pokok-pokok pidato Soekarno pada sidang 1 Juni 1945 yakni:
Baca juga: Hari Lahir Pancasila, Ketika Anggota BPUPKI Sodorkan Gagasan Soal Indonesia Merdeka
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Maha Esa
Rumusan ini kemudian dipakai sebagai acuan dasar negara. Untuk membicarakan lebih lanjut, Ketua BPUPKI membentuk sebuah panitia kecil. Secara garis besar, ada dua pandangan mengenai dasar negara. Golongan Islam menghendaki negara berdasarkan syariat Islam. Golongan kedua menghendaki dasar negara berdasarkan paham kebangsaan atau nasionalisme.