Sultan Agung juga mengenalkan penanggalan tahun saka dan kitab filsafat Sastra Gendhing. Adapun keberhasilan Sultan Agung dalam bdang kebudayaan yaitu dapat mengubah perhitungan peredaran Matahari ke perhitungan peredaran bulan, sehingga dianggap telah menuliskan tinta emas pada masa pemerintahannya.
Berkat usaha yang dilakukan oleh Sultan Agung dalam memajukan agama dan kebudayaan Islam, ia memperoleh gelar Susuhunan (Sunan) yang selama ini diberikan kepada Wali.
Di lingkungan keraton Mataram Islam, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa Bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Kebijakan ini diharapkan dapat terciptanya rasa persatuan di antara penghuni istana. Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat.
Dia membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Sultan juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram. Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram.
(Qur'anul Hidayat)