DALAM biografi ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’ yang ditulis Cindy Adams. Wartawan terus saja menulis, bahwa aku ini seorang "Budak Moskow". Marilah kita perbaiki ini sekali dan untuk selama‐lamanya. Aku bukan, tidak pernah dan tidak mungkin menjadi seorang Komunis. Aku menyembah ke Moskow?
Setiap orang yang pernah mendekati Sukarno mengetahui, bahwa egonya terlalu besar untuk bisa menjadi budak seseorang-kecuali menjadi budak dari rakyatnya. Namun para wartawan tidak menulis tentang apa‐apa yang baik dari Sukarno.
Baca juga: Soekarno Jadi Nama Masjid di Rusia, Bung Hata Nama Jalan di Belanda
Pokok‐pokok yang dibicarakan hanya tentang yang jelek dari Sukarno. Mereka suka memperlihatkan Hotel Indonesiaku yang penuh gairah, dan di belakangnya gambar‐gambar daerah pinggiran yang miskin. Alasan dari "orang yang menghamburkan uang" mendirikan gedung itu ialah, untuk memperoleh devisa yang tidak dapat kami cari dengan jalan lain.
Kami menghasilkan dua juta dollar Amerika setelah hotel itu berjalan selama setahun. Aku sadar, bahwa kami masih mempunyai daerah pinggiran yang miskin dekat itu. Akan tetapi negeri‐negeri yang kayapun punya hotel yang gemerlapan, empuk dari yang harganya jutaan dollar, sedang di sudutnya terdapat bangunan‐bangunan yang tercela penuh dengan kotoran, busuk dan jelek. Aku melihat orang‐orang kaya dengan segala kemegahannya berjalan dengan sedan‐ sedan yang mengkilap, akan tetapi aku juga melihat mereka‐mereka yang malang mencakar‐cakar dalam tong sampah mencari kulit kentang. Memang ada daerah pinggiran yang miskin di seluruh kota di dunia.
Baca juga: Soekarno, Anak Guru yang Tertarik Berpolitik hingga Jadi Presiden
Bukan hanya di Jakarta kepunyaan Sukamo. Barat selalu menuduhku terlalu memperlihatkan muka manis kepada Negara‐Negara Sosialis. "Ooohh," kata mereka, "Lihatlah Sukarno lagi‐lagi bermain‐main sahabat dengan Blok Timur." Yah, mengapa tidak? Negara‐Negara Sosialis tak pernah mengizinkan seorangpun mengejekku dalam pers mereka.