PHNOM PENH - Pada Juni, seorang remaja autis di Kamboja ditangkap pihak berwajib setelah menulis pesan di platform media sosial Telegram, yang diduga menghina pejabat partai yang berkuasa. Ia belum melihat keluarganya sejak itu.
Pakar PBB mengatakan "sangat terganggu" oleh kasus ini dan menyerukan pembebasannya.
Hidup tidak mudah bagi Kak Sovann Chhay, remaja laki-laki Kamboja yang berusia 16 tahun.
BACA JUGA: Seperti India, Beberapa Negara Tetangga Indonesia Juga Alami Lonjakan Kasus Covid-19
Ia memiliki autisme dan keluarganya mengatakan ia hampir tidak berbicara sampai ia berusia sembilan tahun.
Di sekolahnya di ibu kota Kamboja, Phnom Penh, anak-anak lain akan mengejeknya, dan ia biasanya menghabiskan waktu makan siangnya sendirian, membersihkan sampah di taman bermain untuk menghabiskan waktu.
"Ketika ia berbicara dnegan kami, ia hanya berkata sepatah dua patah kata," tutur ibunya, Prum Chanta, seorang aktivis hak asasi manusia.
BACA JUGA: PM Kamboja Perintahkan Gerebek Perempuan Pedagang Online yang Berpakaian Terlalu Terbuka
"Ketika tiba saatnya makan, ia turun ke bawah dan kemudian langsung kembali."
Meski tak banyak berbicara, Sovann Chhay memiliki hasrat akan politik dan sejarah Kamboja - sedikit mengejutkan, mengingat sejarah keluarganya.
Kakeknya, Kak Komphear, yang saat ini dipenjara, adalah anggota senior dari Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP), oposisi politik yang dilarang di negara itu. Komphear kerap membawa putranya ke acara partainya.