Bung Karno kecil waktu itu tak mau melewatkan momen itu, ia duduk di lantai sambil mendengarkan berbagai percakapan raja jawa tanpa mahkota itu pada para pejuang.
Diskusi itu pun banyak dilakukan malam hari sampai larut yang begitu dingin. Bung Karno kecil saja waktu itu masih tetap memasang mata, tanpa melewatkan sedikit pun percakapan.
“Berapa banyak yang diambil Belanda dari Indonesia?” cletuk Bung Karno.
“Anak ini sangat ingin tahu,” kata Tjokroaminoto.
Kemudian ia menambahkan,”De Vereenigde Oost Indische Compagnie atau mencuri kira-kira 1.800 juta gulden dari tanah kita setiap tahunnya untuk memberi makan Den Haag.”
Api perlawanan terus bangkit ketika Tjokroaminoto itu membuka banyak tabir kekejaman penjajahan. Begitulah tiap malam. Dalam pekat kopi yang tersaji sampai pagi bersama dengan obrolan berbagai macam jenis tokoh yang ditemuinya di rumah Tjokroaminoto.
Baca juga: HOS Tjokroaminoto, Raja Tanpa Mahkota Penentang Feodalisme
Tjokroaminoto sendiri lahir di Desa Bakur, Tegalsari, Ponorogo pada 1883. Ayahnya adalah Raden Mas Tjokroamiseno, bangsawan yang sangat disegani oleh masyarakat karena bekerja sebagai wedana di Kleco, Madiun. Sedangkan kakeknya, Raden Mas Tjokronegoro adalah mantan Bupati Ponorogo.
Tjokroaminoto menempuh pendidikan pada Sekolah Dasar. Setelah tamat, sesuai dengan keinginan ayahnya, ia melanjutkan petualangan ke Opleiding School voor Inlandse Ambtenaren (OSVIA) di Magelang. Ia selesai menempuh pendidikan di OSVIA pada 1902.
Baca juga: Jadi Keturunan HOS Tjokroaminoto, Ini Cara Maia Estianty Penuhi Wasiat Keluarga
Tjokroaminoto kemudian memulai kehidupan dengan bekerja sebagai juru tulis pangrehpraja di Ngawi. Tiga tahun kemudian, Tjokroaminoto pindah ke perusahaan swasta Firma De Kooy di Surabaya.