Tulisan-tulisan dalam harian itu sangat tajam mengecam pemerintah kolonial. Karena itulah, tahun 1923 harian tersebut dilarang terbit. Namun, dua tahun kemudian, bersama Agus Salim, Tjokroaminoto menerbitkan harian Fajar Asia di Yogyakarta.
Tjokroaminoto bercita-cita agar bangsa Indonesia kelak memiliki pemerintahan sendiri dan terbebas dari belenggu penjajah. Demi mewujudkan cita-citanya itu, ia memiliki gagasan membentuk parlemen yang diharapkan bisa melahirkan perundang-undangan. Gagasan Tjokroaminoto ini dilontarkan di tengah-tengah Kongres Nasional Pertama Central Sarekat Islam pada 1916.
Baca juga: HOS Tjokroaminoto, Raja Tanpa Mahkota Penentang Feodalisme
Tak lama setelah Tjokroaminoto mengusulkan pembentukan parlemen, tepatnya pada 1918, pemerintah kolonial Belanda bersedia membentuk Dewan Rakyat (Volksraad). Tjokroaminoto dan tokoh SI lainnya, yakni Abdul Muis dan Agus Salim terpilih sebagai anggota Dewan itu.
Sampai akhir hayatnya, Tjokroaminoto tak pernah lelah untuk terus mendidik anak muda dalam perjuangan. Pada 17 Desember 1934, Tjokroaminoto wafat di Yogyakarta dan dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta.
Dari tangan dinginnya, banyak pejuang yang terus menanamkan nasionalisme dan mampu mengusir penjajah.
(Fakhrizal Fakhri )