JAKARTA - Sejumlah negara kerap mengecam tindakan deradikalisasi oleh negara China terhadap kaum muslim Uighur di negara mereka dalam beberapa tahun ke belakang.
(Baca juga: Kebocoran Dokumen: China Lakukan Penahanan Massal dan Kerja Paksa Terhadap Muslim Uighur)
Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (Centris) meminta negara-negara dunia termasuk Indonesia untuk mendesak Cina menghentikan deradikalisasi ini.
Mereka sudah menyampaikan Amnesty Internasional yang berisikan perkiraan bahwa lebih dari satu juta orang Uighur ditahan sewenang-wenang di pusat transformasi pendidikan di Xinjiang.
“Mereka telah menjadi sasaran berbagai bentuk penyiksaan dan perlakuan buruk, termasuk indoktrinasi politik dan asimilasi budaya yang dipaksakan,” kata peneliti senior Centris, AB Solissa, Kamis, (16/12/2021).
(Baca juga: Video Fasilitas Penahanan Uighur Tayang di YouTube, Keselamatan Vlogger Pengunggahnya Dikhawatirkan)
Hal ini diperburuk dengan represi sistematis yang bertujuan mencegah orangtua Uighur kembali ke China dan merawat anak-anak mereka.
Lebih lanjut, ini menutup peluang anak-anak Uighur di China untuk keluar dari negara tersebut dan bersatu dengan orang tua mereka.
“Banyak orang tua Uighur berpikir tindakan keras itu akan bersifat sementara di mana anak-anak mereka bisa dirawat saudaranya di rumah. Namun kenyataannya, kerabat yang merawat anak-anak itu dibawa ke kamp-kamp interniran sehingga orang tua Uighur yang berada di luar negeri merasa di asingkan,” papar Solissa.
Bukti deradikalisasi ini sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Diketahui, muslim Uighur akan mendapat kurungan di kamp-kamp interniran jika ketahuan kembali ke Cina.
Orangtua Uighur yang mayoritas tinggal di negara luar Cina ingin sekali bertemu dengan anak-anak mereka. Banyak dari anak-anak ini bahkan menempuh perjalanan sejauh 5.000 km dari Xinjiang menuju Kashgar.
Di sana, mereka bertujuan mencari visa dan suaka agar bisa pergi dari negara tersebut. Kendati ada beberapa yang berhasil, tidak sedikit dari mereka yang justru malah kembali masuk ke kamp konsentrasi.
“Sudah waktunya bagi China untuk mengakhiri pelanggaran berat hak asasi manusia dan kebijakan represif yang sedang berlangsung di Xinjiang. China harus menghormati kewajiban hak asasi manusia warganya termasuk yang berkaitan dengan hak anak di bawah hukum internasional,” kata Solissa.
Sebelumnya kata dia, Komite PBB terkait Hak Anak menegaskan bahwa reunifikasi keluarga tidak mungkin dilakukan di negara asal. Pertemuan ini harus difasilitasi oleh negara lain.
Pertemuan anak dan orang tua ini juga harus memprioritaskan hak asasi anak dan orang tuanya, termasuk hak untuk meninggalkan negaranya sendiri.